Pemerintah Sikat Praktik Penghindaran Pajak Lewat Transfer Pricing, Ini Strateginya - News
News, JAKARTA - Mulai Januari 2017 ini setiap perusahaan bakal semakin sulit menjalankan praktik akal-akalan menghindari pajak melalui praktik skema harga transfer atau transfer pricing.
Sebab, pemerintah mulai memperketat transaksi antar perusahaan yang terafiliasi.
Caranya, dengan mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki omzet tertentu, untuk membuat dokumen harga transfer.
Dokumen itu harus menyertakan nilai transaksi yang dilakukan dengan perusahaan terafiliasi, serta dokumen-dokumen lainnya.
Nilai transaksi yang wajib dicatatkan adalah sebesar Rp 20 miliar jika berupa barang berwujud.
Sedangkan untuk barang yang tidak berwujud seperti penyediaan jasa dan pembayaran bunga minimal nilai transaksi yang wajib dicatat sebesar Rp 5 miliar.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 213/PMK.03/2016. Menurut beleid ini, dokumen lain yang harus disiapkan adalah dokumen induk perusahaan, dokumen lokal hingga laporan kegiatan usaha di negara lain.
Semua data ini memang belum diwajibkan untuk dilaporkan kepada otoritas pajak. Namun, baru wajib diserahkan jika Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memerlukannya untuk tujuan pemeriksaan.
Direktur P2 Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengaku belum bisa memberikan penjelasan rinci mengenai hal tersebut.
Yang jelas, kebijakan ini diperlukan untuk mempermudah kerja pemeriksa pajak.
Sebab, sebagaimana yang tercantum dalam PMK ini, dokumen transfer pricingmemang diperlukan untuk membandingkan harga antara transaksi yang dilakukan antar perusahaan terafiliasi dan yang tidak.
"Dalam waktu dekat akan kami jelaskan lebih detil," ujar Hestu, Kamis (5/1/2017).
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, kebijakan ini diperkirakan bisa memitigasi risiko transfer pricing. Selama ini memang banyak perusahaan yang menggunakan skema ini untuk penghindaran pajak atau tax evasion.
Jika kita berkilas ke belakang, skema transfer pricing sempat dilakukan oleh perusahaan seperti Asian Agri Group. Perusahaan itu, bahkan divonis bersalah dan harus membayar denda atas kejahatannya.
Reporter Asep Munazat Zatnika
Terkini Lainnya
Nilai transaksi yang wajib dicatatkan adalah sebesar Rp 20 miliar jika berupa barang berwujud.
Libatkan Petani Tebu, Begini Strategi SGN Kejar Target Swasembada Gula Nasional
BERITA TERKINI
berita POPULER
Dunia Usaha Perlu Tim Hukum Eksternal untuk Kawal Merger-Akuisisi, Apa Tanggapan Kadin?
Dirut Ungkap Keunggulan Aplikasi Perbankan Wondr by BNI, Solusi Pengelolaan Keuangan Terencana
Industri Pertanian Manfaatkan Platform Digital untuk Perluas Akses ke Pupuk Organik ke Petani
Saat Menkominfo Budi Arie Didesak Mundur, Tapi Justru Dirjen Semuel yang Angkat Kaki
Ini Tindakan Satgas PASTI Terhadap Ahmad Rafif Raya yang Kelola Dana Rp 71 Miliar Tanpa Izin