androidvodic.com

Pengamat: Selama Masih Ada Pembatasan Aktivitas Masyarakat, Bisnis Garuda Tetap Akan Merugi - News

Laporan Wartawan Tribunnews, Ismoyo

News, JAKARTA - Maskapai penerbangan pelat merah Garuda Indonesia, saat ini mengalami kondisi keuangan yang tidak sehat akibat menurunnya permintaan konsumen penerbangan akibat Covid-19.

Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra mengatakan, saat ini Garuda memiliki utang sekitar Rp70 triliun (4,9 miliar dollar AS).

Pengamat ekonomi Toto Pranoto mengatakan, Garuda Indonesia juga termasuk maskapai yang tidak bisa menghindar dari dampak buruk pandemi Covid-19.

Menurutnya, selama kegiatan manusia terbatas, bisnis Garuda Indonesia akan tetap dalam posisi yang negatif.

"Bisnis airlines di 2020 memang hancur lebur akibat pandemi Covid-19. Garuda Indonesia termasuk maskapai yang tidak lepas dari kesulitan ini," jelas Toto Pranoto saat dihubungi Tribunnews, Selasa (25/5/2021).

Baca juga: Garuda dan Sriwijaya Air Tawarkan Pensiun Dini ke Karyawan, Ini Respons Pengamat hingga DPR

"Saya kira dengan masih terbatasnya pergerakan manusia, kerugian GIAA memang akan cukup besar," sambungnya.

Merujuk data International Air Transport Association ( IATA), Toto mengatakan, diperkirakan kerugian seluruh airlines di dunia mencapai US$84,3 milyar.

Baca juga: Utang Garuda Sentuh Rp 70 Triliun, Arus Kas Negatif

Jika dirata-rata, pendapatan maskapai penerbangan turun hingga 90 persen.

Untuk kinerja kegiatan angkutan penumpang Grup Garuda diketahui, mengalami penurunan 66 persen di tahun lalu.

Adanya penurunan jumlah penumpang imbas dari pembatasan dan permintaan domestik yang terbatas.

Perusahaan berkode saham GIAA ini tengah berpikir keras demi bisnisnya agar tetap berjalan dan melewati krisis yang sedang dihadapi.

Untuk itu sejumlah maskapai termasuk Garuda Indonesia, melakukan berbagai strategi untuk mendongkrak kinerja keuangannya. Salah satunya mengoptimalkan layanan penerbangan kargo.

Namun menurut Toto Pranoto, meskipun Garuda Indonesia menggenjot operasional kegiatan kargo, dirinya menilai hal tersebut masih belum mampu berdampak signifikan terhadap kondisi bisnisnya.

"Upaya diversifikasi ke angkutan cargo secara lebih masif mungkin juga belum menghasilkan kinerja yang signifikan," pungkas Toto.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat