androidvodic.com

PPNSI Nilai Pemerintah Belum Maksimal Jaga Nilai Tukar Petani - News

Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA -- Perhimpunan Petani Nelayan Seluruh Indonesia (PPNSI) menggelar Rakernas sekaligus pelantikan pengurus di Hotel Pangrangi Resort, Sukabumi pada Ahad kemarin, (19/9/2021).

Turut hadir secara virtual dalam acara tersebut Dewan Pembina PPNSI, Ahmad Heryawan yang juga mantan gubernur Jawa Barat serta Dewan Pakar yang juga mantan menteri pertanian Anton Apriyantono.

Ketua umum Perhimpunan Petani dan Nelayan seluruh Indonesia (PPNSI) drh Slamet mengatakan banyak hal yang harus dibenahi agar sektor pertanian dan perikanan di Indonesia agar dapat memberikan nilai positif terhadap kemakmuran petani dan nelayan di Indonesia.

Baca juga: Petani Diminta Bisa Beradaptasi Menghadapi Perubahan Iklim

Menurutnya saat ini kebijakan impor yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak seimbang, seperti impor beras, hortikultura, gula dan garam. impor tersebut sangat tidak berpihak pada petani dan nelayan.

"Seperti halnya pada kebutuhan pokok seperti beras data BPS tahun 2021 menunjukkan tahun 2018 Indonesia mengimpor 2,2 Jt ton (1 Miliar US$), tahun 2019 impor 444 Rb ton (184 Jt US$), tahun 2020 impor 356 Rb ton (195 Jt US$), tahun 2021 impor 242 Rb ton (110 Jt US$). Padahal BULOG menyatakan stok beras di gudang BULOG cukup," kata Slamet, Senin, (20/9/2021).

Baca juga: Jalan Usaha Tani Tingkatkan Kesejahteraan Petani Simalungun

Ia menyayangkan komentar presiden jokowi yang tidak sesuai dengan kenyataan terkait Indonesia tidak pernah impor beras dalam 2 tahun terakhir.

Padahal faktanya kata dia, impor beras hampir setiap tahun terjadi, bahkan impor beras tahun 2021 sudah mencapai 242 ribu ton dengan nilai 110 juta USD.

"Kita tidak ingin Presiden melakukan sebuah kebohongan publik karena sejatinya Impor disaat stok beras cukup sama saja melakukan pengkhianatan kepada para petani lokal," kata Slamet

Selain itu, ia juga mengkritisi belum maksimalnya pemerintah dalam menjaga Nilai Tukar Petani (NTP) yang selama presiden Jokowi berkuasa belum pernah melebihi NTP 104 atau hanya rata-rata 101.89 selama 7 tahun terakhir.

Baca juga: Nur Nadhifah: Pemerintah Perlu Membuat Peta Jalan Kesejahteraan Petani Tembakau

"Artinya kesejahteraan petani selama 7 tahun terakhir masih berada pada titik yang sama," katanya.

Slamet memaparkan Impor sejumlah komoditas pertanian pada 2020 menunjukan peningkatan signifikan. Diantaranya impor kopi, teh, dan rempah rempah.

Begitu pula dengan komoditas perikananan dan garam yang kondisinya tidak jauh berbeda.

Pada kuartal I tahun 2021 saja impor produk perikanan mencapai 42.079 ton, dengan nilai US$65,34 juta atau sekitar Rp942,2 miliar (kurs Rp14.420 per dolar AS) pada periode Januari-Februari 2021.

"Begitupun juga dengan impor garam tahun 2021 pemerintah berencana melakukan impor garam sebesar 3,07 juta ton yang sampai pada semester pertama tahun ini sudah terealisasi kurang lebih 35,1 persen atau 1,08 juta ton," katanya.

Oleh karena itu, menurutnya PPNSI hadir bersama petani dan nelayan untuk berjuang menjayakan kembali komoditas yang melimpah di Indonesia, sehingga tidak mengandalkan kembali impor.

"Kehadiran PPNSI akan terus bersinergi dengan berbagai stakeholder untuk membantu pemberdayaan para petani dan nelayan dalam mengembangkan usahanya menuju korporasi petani sekaligus memberikan advokasi kepada mereka untuk berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat," pungkasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat