androidvodic.com

IKI Mei 2023 Ungkap Industri Logam dan Tembakau Mengalami Kontraksi, Ini Penyebabnya - News

Laporan Wartawan News, Lita Febriani

News, JAKARTA - Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Mei 2023 terkontraksi 0,48 poin atau berada di angka 50,9, jika dibandingkan April lalu.

Penurunan IKI Mei disebabkan kondisi ekonomi global yang terus melambat sejak akhir 2022. Pada capaian IKI Mei 2023, ada beberapa subsektor industri yang juga terkontraksi, diantaranya industri logam dan pengolahan tembakau.

Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian Liliek Widodo, mengatakan jika dilihat nilai IKI per-subsektornya, IKI industri logam dasar pada bulan Mei menjadi terkontraksi, setelah sebelumnya selalu dalam tahap ekspansi.

Baca juga: Indeks Kepercayaan Industri Mei 2023 Melandai, Kemenperin Sebut Capai Angka 50,9 Poin

"Kondisi ini dipengaruhi pertumbuhan ekonomi dunia di triwulan pertama tahun 2023 yang sebesar 2,8 persen atau menurun 0,5 persen dari tahun 2022 (3,3 persen) dan penurunan harga komoditas produk logam. Di samping itu, tidak beroperasinya salah satu perusahaan besar di bidang logam mengakibatkan rantai supply industri logam dasar ini terganggu sehingga mengalami kontraksi," tutur Liliek Widodo, Rabu (31/5/2023).

Kondisi serupa terjadi pada industri pengolahan tembakau yang pada bulan Mei terkontraksi setelah sebelumnya juga selalu dalam tahap ekspansi.

Hal ini dikarenakan penurunan penjualan rokok golongan I (SKM dan SPM) meskipun penjualan rokok SKT mengalami peningkatan 20 persen.

Sebagaimana diketahui rokok golongan I merupakan produk utama di kelompok industri ini. Kemenperin memperkirakan produksi di bulan Juni akan kembali naik.

Terkait industri tekstil, Indeks Keyakinan Konsumen-BI bulan April mengalami peningkatan, sehingga meskipun masih terkontraksi, industri tekstil, produk tekstil dan alas kaki masih terdorong produksinya dengan adanya momentum Hari Raya.

Meski demikian, subsektor ini sangat rentan terhadap kondisi pasar Uni Eropa, sehingga kenaikan inflasi dan suku bunga yang terjadi di Uni Eropa menyebabkan konsumen menahan pembelian.

"Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di negara-negara seperti Bangladesh, Vietnam dan Thailand. Terkait dengan kondisi ketiga subsektor tersebut yang selama ini masih terkontraksi, Kemenperin telah melakukan business matching di Amerika Serikat dan berupaya menjaga konsumsi dalam negeri," terang Direktur Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Adie Rochmanto Pandiangan.

Terkait industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional yang mengalami kontraksi, Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin Saiful Bahri, menjelaskan, pangsa pasar produk ini cukup sensitif dan produksinya telah dioptimalkan pada bulan sebelumnya.

Selain itu, pasar produk ini didominasi oleh pemerintahan. Terjadinya perubahan pada proses pelayanan di Rumah Sakit (RS) dengan diterapkannya sistem integrated e-prescription mengakibatkan pasien rawat jalan hanya akan memperoleh obat dari instalasi farmasi RS tersebut.

"Hal ini berdampak pada penurunan penjualan retail di apotek atau toko obat, sehingga memberikan pengaruh pada penurunan pesanan baru subsektor ini," ucapnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat