androidvodic.com

Tren Pelemahan Rupiah Masih Terjadi, BI Ungkap Penyebabnya - News

Laporan Wartawan News, Ismoyo

News, JAKARTA - Nilai tukar mata uang Rupiah kini tengah mengalami tren pelemahan. Pada akhir pekan lalu (7/7/2023) mata uang Garuda berada di level Rp15.100 per dolar Amerika Serikat.

Dan pada Senin kemarin (10/7/2023) Rupiah makin terpuruk hingga ke level Rp15.204 per dolar AS.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti membeberkan penyebab Rupiah yang mengalami tren pelemahan.

Baca juga: Senin Siang, Pelemahan Rupiah Tambah Dalam ke Rp 15.190 Per Dolar AS

Hal ini disebabkan sentimen kenaikan suku bunga the Fed yang diprediksi akan terjadi sebanyak 2 kali lagi pada tahun ini. Yakni bakal terjadi pada Juli atau Agustus.

Menurut Destry, AS dan Eropa masih diimbangi dengan tekanan inflasi yang masih tinggi, serta juga adanya pengetatan pasar tenaga kerja.

"Ini mendorong kemungkinan terjadinya situasi higher for longer, bahkan di AS masih akan ada kenaikan Fed Fund Rate 1 atau 2 kali di Juli dan Agustus," ungkap Destry di Gedung DPR-RI, (10/7/2023).

"Ini akan memberikan dampak terhadap sistem keuangan khususnya terkait nilai tukar. Karena kondisi keuangan di atas dapat menyebabkan tren DXY (indeks dolar AS) yang akan meningkat dan akan beri tekanan ke mata uang lainnya khususnya emerging market, sehingga diperlukan penguatan respon kebijakan untuk memitigasi," sambungnya.

Sebelumnya, Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra juga membeberkan, pelemahan nilai tukar mata uang Garuda dalam beberapa hari terakhir terdampak isu kenaikan suku bunga the Fed.

Di awal pekan, indeks dolar sempat sedikit melemah karena data ekonomi yang dirilis di bawah ekspektasi pasar.

Baca juga: Dolar AS Belum Goyah, Rupiah Senin Ini Bisa Makin Betah di Zona Merah

Tetapi, data ekonomi AS yaitu data tenaga kerja versi pihak swasta ADP dan PMI sektor jasa dirilis lebih bagus dari prediksi.

"Sehingga ini menguatkan sinyal dari Bank Sentral yang masih ingin menaikan suku bunganya lagi yang mengakibatkan penguatan dollar AS," ucap Ariston kepada Tribunnews.

"Pelaku pasar akan mengkonfirmasikan lagi dengan data tenaga kerja AS versi pemerintah. Bila hasilnya sejalan dengan data semalam, dollar AS bisa menguat di awal pekan depan," lanjutnya.

Ariston juga mengatakan, pergerakan dolar ini memang masih bergantung dari data-data ekonomi AS yang akan dirilis ke depannya.

Semakin bagus data ekonomi AS, dolar AS semakin menguat karena ini mendukung kebijakan pengetatan moneter untuk menurunkan tekanan inflasi AS.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat