androidvodic.com

Revisi Permendag 50/2020 Belum Rampung, Indef: Kalau Ada yang Hambat, Artinya Ada Kepentingan - News

Laporan wartawan News, Endrapta Pramudhiaz

News, JAKARTA - Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menyayangkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tak kunjung terbit.

Peneliti Center of Digital Economy and SMEs INDEF itu menjadi satu dari banyak pihak yang mendorong penerbitan revisi ini karena sebelumnya di Permendag 50/2020 belum ada regulasi untuk social commerce.

Urgensi penerbitan Permendag 50/2020 ini sendiri mencuat setelah salah satu social commerce, TikTok Shop, disebut memiliki fitur Project S yang dianggap dapat mengancam produk UMKM lokal.

Baca juga: Kemendag: Revisi Permendag 50 Dalam Proses Harmonisasi Oleh Kemenkumham

Nailul menyayangkan revisi Permendag 50 tak kunjung terbit, padahal sudah diwacanakan sejak akhir 2022.

Ia menduga penerbitannya terhenti di Kementerian Perdagangan (Kemendag) karena ada suatu kepentingan di instansi pemerintah tersebut.

"Entah itu di Kemendag memang masih keberatan atau tidak, saya rasa tidak ada isu yang urgen untuk tidak merevisi Permendag 50/2020 itu. Kalau misalnya ada yang menghambat, artinya ada kepentingan masuk ke Kemendag," kata Nailul dalam diskusi virtual bertajuk Project S TikTok Shop: Ancaman Atau Peluang, Senin (24/7/2023).

"Ini yang saya lihat di sini mungkin ada tukar guling dan sebagainya di Kemendag. Saya tidak tahu. Yang jelas itu ada langkah terhenti di Kemendag dan itu kita sangat sayangkan. Ini semestinya bisa direvisi dengan cepat, di mana tinggal memasukkan social commerce di revisi Permendag 50" lanjutnya.

Nailul mengatakan, ia mendorong revisi Permendag 50/2020 agar ada playing field yang sama. Dia bilang, harus ada data dan produk-produk lokal yang dilindungi.

Selain itu, Nailul menyebut di Permendag 50/2020 juga tidak diatur secara rinci mengenai barang impor. Di situ disebutkan hanya ada pengutamaan barang lokal.

Maka dari itu, dalam revisi tersebut, Nailul menilai harus juga didorong adanya restriksi barang impor masuk ke social commerce atau e-commerce.

"Misalkan dari sisi tarif ataupun misalkan dari sisi mendapatkan diskon itu harus diutamakan produk-produk lokal. Kan kita ada program bangga buatan Indonesia. Itu harus dimanfaatkan dan itu tidak boleh hanya setahun sekali. Itu harus sepanjang tahun," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki khawatir dan mendorong agar ada kebijakan yang bisa melindungi produk UMKM di dunia maya, khususnya di social commerce.

Kebijakan tersebut ia yakini bisa dilakukan lewat revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat