androidvodic.com

Ini Kata Pengamat soal Sepinya Transaksi Bursa Karbon Setelah Diluncurkan - News

Laporan Wartawan News, Ismoyo

News, JAKARTA - Bursa karbon terpantau sempat mengalami sepi transaksi setelah diluncurkan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribunnews, pada perdagangan perdana yakni Selasa (26/9/2023) bursa karbon mencatatkan nilai transaksi mencapai sekitar Rp 29 miliar, tetapi pada hari kedua tidak ada transaksi yang dibukukan.

Baca juga: Terlibat Dalam Bursa Karbon, Apa Tugas Holding BUMN Jasa Survei?

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan, tidak adanya transaksi pada hari kedua bukan indikasi kurang peminatnya bursa karbon.

Menurutnya, karakteristik bursa karbon memang berbeda dengan bursa saham atau bursa komoditas.

"Peserta bursa karbon juga terbatas perusahaan-perusahaan. Tidak ada investor retail," papar Piter saat dihubungi Tribunnews, Minggu (1/10/2023).

"Apalagi sekarang ini karbon yang bisa diperdagangkan juga masih sangat terbatas," lanjutnya.

Piter pun mengapresiasi adanya peluncuran bursa karbon, mengingat potensi pasar Indonesia sangat besar.

Diketahui, skema perdagangan karbon adalah cara paling efektif untuk menekan laju pemanasan global sekaligus meningkatkan green investment.

"Saya kira pembukaan bursa karbon sudah merupakan awal yang bagus menimbang potensi kita disini sangat besar. Tinggal bagaimana pemerintah bisa meningkatkan peserta dan jumlah unit karbon yang bisa diperdagangkan," pungkasnya.

Baca juga: Bursa Karbon Diluncurkan, Pertamina Patra Niaga Lakukan Pembelian Perdana Sertifikat Kredit Karbon

Sementara itu dihubungi terpisah, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, bursa karbon akan menghadapi tantangan berat jika tidak didahului dengan peraturan terkait pajak.

Menurut Bhima, idealnya peluncuran karbon harus didahului oleh penetapan pajak.

Hal ini tentunya cukup berdampak terhadap perkembangan di bursa karbon itu sendiri.

"Bursa karbon tanpa pajak karbon agak berat. Potensinya kan diklaim besar tapi untuk awal bursa karbon sepertinya masih rendah peminatnya," ungkap Bhima kepada Tribunnews, Minggu (1/10/2023).

"Karena tidak ada dorongan bagi perusahaan disektor penghasil emisi karbon untuk ikut membeli sertifikat karbon di bursa. Idealnya pajak karbon diberlakukan dulu baru ada bursa karbon," sambungnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat