androidvodic.com

Ini 3 Dampak Positif dari Geliat Pertumbuhan Nilai Ekonomi China Bagi Negara ASEAN - News

News - Awan mendung masih menggelayuti prospek ekonomi global sejak tahun 2023 hingga tahun 2024 ini. Akibatnya, negara-negara maju terus menghadapi kenaikan laju inflasi yang sangat tinggi. 

Di sisi lain, laju pertumbuhan ekonomi negara-negara mengalami perlambatan yang sangat drastis, bahkan berpotensi menyebabkan resesi. 

Di kala negara-negara maju menghadapi berbagai tantangan itu, ASEAN sebaliknya terus menunjukkan kilaunya. 

Pada 2022, Asian Development Bank (ADB) memperkirakan ekonomi di kawasan Asia Tenggara bertumbuh menjadi 5,5 persen, jauh di atas Uni Eropa (EU) dan Amerika Serikat (AS) yang pada saat itu masing-masing bertumbuh sekitar 3,6 persen dan 2,1 persen. 

Untuk 2023, ADB memproyeksikan mengalami pertumbuhan di ASEAN sebesar 4,7 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata negara maju yang diperkirakan hanya berada di 0,4 persen. 

Mengingat proyeksi ADB tersebut dipublikasikan pada Desember 2022, organisasi tersebut belum memperhitungkan dampak pembukaan penuh (reopening) China yang notabene menduduki peringkat ekonomi terbesar kedua di dunia. 

Pada Januari 2023, China mengumumkan pencabutan kebijakan nir-Covid yang diterapkan selama nyaris tiga tahun terakhir. Kebijakan inilah yang memungkinkan warga China untuk kembali melakukan perjalanan lintas negara. 

Hal ini tentunya akan memberi dampak positif bagi negara-negara mitra dari negara yang dikenal dengan sebutan Negeri Panda tersebut, terutama ASEAN

Dampak pembukaan penuh China terhadap sektor pariwisata, perdagangan, serta investasi di ASEAN dibahas secara detail dalam riset HSBC yang bertajuk “ASEAN Perspectives: Three Ripples from China’s Reopening”.

Kabar baik dari China tersebut membuat ekonomi ASEAN kembali menggeliat. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyatakan kesiapan Indonesia untuk menyambut pelancong dari China dan menargetkan 253 ribu kunjungan wisatawan mancanegara (wisman).

Sebelum pandemi Covid, data BPS menunjukkan pelancong dari China menyentuh 2,07 juta pada 2019 namun anjlok ke sekitar 144 ribu pada 2022. Sejalan dengan Indonesia, Thailand menargetkan 5 juta wisman dari China tahun ini dibandingkan kurang lebih 220 ribu kunjungan pada Januari-November 2022.

Thailand memang menjadi salah satu destinasi favorit pelancong dari China. Tak heran jika angkanya fantastis. Sebelum  pandemi, kunjungan wisman dari China ke Thailand menyentuh 11 juta, sekitar sepertiga dari total wisman ke negara tersebut.

Vietnam yang berbatasan langsung dengan China juga akan sangat diuntungkan dengan kebijakan tersebut, mengingat pelancong dari China ke Vietnam sebelum pandemi mencapai sekitar 30 persen dari total wisman. Usaha-usaha kecil pendukung pariwisata seperti warung dan penyewaan kendaraan bisa kembali meraup untung.

Sementara itu, Negara-negara ASEAN lain, seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina juga akan diuntungkan dari geliat pelancong China setelah nyaris tiga tahun dilarang untuk bepergian keluar negeri.

Perdagangan Sejak 2020, ASEAN sebagai satu kesatuan telah menyalip Uni Eropa dan menjadi mitra dagang terbesar China. Tahun lalu, eksportir komoditas seperti Indonesia dan Malaysia mencatat kinerja ekspor yang cemerlang.

Indonesia sendiri mencatatkan pertumbuhan ekspor di atas 26 persen menjadi sebesar 291,98 miliar dollar AS pada 2022. Data BPS menunjukkan China sebagai peringkat pertama untuk tujuan ekspor non-migas Indonesia. Nilai ekspor non-migas ke China mencapai 63,55 miliar dollar AS pada 2022, atau lebih dari dua kali lipat dibanding Amerika Serikat yang berada di peringkat kedua dengan nilai 28,2 miliar dollar AS, atau Uni Eropa yang bernilai 21,28 miliar dollar AS.

Riset HSBC memproyeksikan ekspor komoditas ASEAN pada 2023 akan tetap terjaga. Ekspor produk pertanian Thailand dan Filipina seperti durian dan pisang ke China diperkirakan akan melejit. Sementara Indonesia akan tetap  memimpin untuk ekspor batubara, kelapa sawit, serta logam dasar olahan bauksit dan nikel, sedangkan Malaysia diuntungkan di sektor semikonduktor dan sawit.

Normalisasi mobilitas lintas negara memungkinkan pertemuan tatap muka untuk pembahasan investasi, terutama penanaman modal asing (PMA) yang biasanya membutuhkan pembicaraan mendalam antara berbagai pihak.

Meski ‘kalah start’ dengan Jepang dan Korea Selatan, PMA China di ASEAN sejak 2021 sudah melampaui Korea Selatan dan setara dengan Jepang di peringkat pertama. Riset HSBC juga menunjukkan lompatan PMA China di sektor manufaktur, terutama di Indonesia, Vietnam, dan Thailand. Produsen baterai kendaraan listrik CATL, misalnya, tahun lalu mengumumkan investasi sebesar 6 miliar dollar AS untuk membuat ekosistem baterai EV di

Indonesia, sedangkan produsen mobil listrik BYD berencana membuat pabrik EV di Thailand dengan kapasitas 150 ribu unit. Supplier Apple asal China seperti BOE Technology, Goertek, dan Luxshare berencana menambah kapasitas pabrik di Vietnam, sedangkan Baowu Steel hendak mengguyur investasi 2 miliar dollar AS di Filipina.

Dukungan HSBC bagi ASEAN sebagai lembaga perbankan dengan jaringan internasional, HSBC sudah lama mengakar di Asia Tenggara. Perjalanan selama lebih dari 130 tahun membekali HSBC dengan pemahaman penuh terkait regulasi, ekonomi, bisnis, serta kultur di kawasan ASEAN.

HSBC menyadari betul bahwa Asia Tenggara tidak bisa dianggap sama rata, dengan keunikan setiap negara membutuhkan pendekatan yang berbeda. Kekayaan pengalaman ini yang membuat mitra HSBC bisa menggali potensi usaha di ASEAN secara optimal. Ditambah dengan dukungan jaringan global yang tersebar di 64 negara, serta konter khusus untuk China, ASEAN, Jerman, Prancis, dan Britania Raya, HSBC siap membantu calon mitra untuk meningkatkan kinerja usaha mereka.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat