androidvodic.com

Kadin Sebut Dunia Usaha Lagi Bergeliat, Pengusaha Diminta Bayar THR Sesuai Ketentuan Pemerintah - News

Laporan wartawan News, Endrapta Pramudhiaz

News, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong agar para pelaku usaha dapat menjalankan kewajiban pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) sesuai dengan tata aturan yang berlaku.

Pelaksana Tugas Harian (Plh) Ketua Umum Kadin Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, hal ini juga merupakan komitmen dunia usaha untuk taat pada aturan yang berlaku, khususnya pada PP No. 36 Tahun 2021 dan Permenaker No. 6 Tahun 2016.

Yukki juga memandang bahwa dunia usaha kini tengah bergeliat, merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi sepanjang 2023 yang berada pada level 5 persen.

Baca juga: Pengemudi ojol dapat THR, harapan palsu atau bisa diberikan?

"Mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2023 lalu yang tetap tumbuh pada level 5 persen, maka kami melihat geliat dunia usaha juga ikut merasakan manfaat terhadap operasional bisnis setiap masing-masing usaha lintas sektoral," katanya kepada Tribunnews, Rabu (20/3/2024).

Maka dari itu, ia percaya para pengusaha bisa mengkuti ketentuan pemerintah terkait dengan pemberian THR kepada para pekerja.

"Kami optimis bahwa dunia usaha mampu menjalankan kewajiban mereka sebagai pengusaha pada para pekerja," ujar Yukki.

Sebagai informasi, dikutip dari setkab.go.id, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan 2024 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Dalam keterangan persnya, Senin (18/3/2024), Ida menekankan bahwa pemberian tunjangan hari raya (THR) keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh.

THR keagamaan wajib dibayarkan secara penuh dan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

”Sekali lagi saya pertegas kembali bahwa THR harus dibayar penuh dan tidak boleh dicicil. Saya minta perusahaan agar memberikan perhatian dan taat terhadap ketentuan ini,” ujar Ida.

Ida mengatakan, THR keagamaan diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih, baik yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), termasuk pekerja/buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.

“Bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar 1 bulan upah," kata Ida.

"Sedangkan bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan masa kerja bulan dibagi 12 bulan dikali 1 bulan upah,” lanjutnya.

Terkait pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, Ida menyampaikan bahwa bagi pekerja/buruh dengan masa kerja 12 bulan atau lebih maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.

Sedangkan bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja tersebut.

“Sedangkan untuk pekerja/buruh yang menerima upah dengan sistem satuan hasil, maka perhitungan upah 1 bulan didasarkan pada upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan,” imbuhnya.

Lebih lanjut Ida mengatakan, bagi perusahaan yang dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), perjanjian kerja bersama (PKB), atau kebiasaan yang berlaku di perusahaan telah mengatur besaran THR lebih baik dari ketentuan peraturan perundang-undangan, maka THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh tersebut sesuai dengan PK, PP, PKB, atau kebiasaan.

“Bagi perusahaan yang dalam perjanjian kerja/peraturan perusahaan/perjanjian kerja bersama atau kebiasaan yang berlaku di perusahaan telah mengatur besaran dari THR lebih baik dari ketentuan peraturan perundangan-undangan maka THR yang dibayarkan kepada pekerja atau buruh tersebut sesuai dengan PK, sesuai dengan PP, sesuai dengan PKB, maupun sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di perusahaan,” ujar Ida.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat