androidvodic.com

Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024, Ini Harapan Utama Pengusaha Kelapa Sawit - News

Laporan Wartawan News, Ismoyo

News, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan sejumlah tantangan yang perlu dibenahi oleh Pemerintahan baru 2024-2029.

Ketua Umum Gapki, Eddy Martono mengungkapkan, hal utama yang perlu menjadi fokus Pemerintahan selanjutnya adalah bagaimana bisa meningkatkan produksi sawit serta crude palm oil (CPO) di dalam negeri.

Hal ini perlu dilakukan mengingat konsumsi ataupun permintaan akan CPO di dalam negeri mengalami peningkatan.

Baca juga: Dugaan korupsi LPEI libatkan pengusaha kelapa sawit, batubara, nikel - Mengapa terjadi fraud dan bagaimana modusnya?

"Sekarang yang menjadi pekerjaan rumah besar ke depan adalah harus meningkatkan produktivitas. Karena konsumsi kita terus naik," ungkap Eddy di Kawasan SCBD Jakarta, Jumat (22/3/2024).

"Karena kita adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia, di sisi lain kita juga konsumen minyak sawit terbesar di dunia," sambungnya.

Berdasarkan data Gapki, produksi CPO tahun 2023 diperkirakan mencapai 50,07 juta ton atau naik sebesar 7,15 persen dari tahun 2022 yakni sebesar 46,73 juta ton.

Sementara itu, produksi Palm Kernel Oil (PKO) mencapai 4,77 juta ton atau naik 5,66 persen dari tahun sebelumnya (2022) yakni sebesar 4,52 juta ton.

Kemudian dari sisi konsumsi, Gapki mencatat di dalam negeri menunjukkan kenaikan dari 21,24 juta ton pada tahun 2022 menjadi 23,13 juta ton atau kenaikan sekitar 8,90 persen.

Implementasi kebijakan Biodiesel (B35) yang secara efektif dilakukan pada bulan Juli 2022 telah meningkatkan konsumsi minyak sawit sebesar 17,6 persen yakni dari 9,048 juta ton pada tahun 2022 menjadi 10,65 juta ton di tahun 2023.

Dengan diimplementasikannya B35, konsumsi biodiesel selama 2023 telah melampaui konsumsi untuk pangan dalam negeri.

Eddy melanjutkan, untuk memastikan peningkatan produksi dan menjamin dipenuhinya kebutuhan minyak sawit dalam negeri dan ekspor, diperlukan beberapa upaya.

Pertama, penyelesaian perkebunan sawit yang teridentifikasi masuk kawasan hutan.

Pihaknya mengusulkan bahwa bagi kebun sawit yang sudah memiliki alas hak baik itu SHM maupun sertifikat HGU semestinya sudah bukan Kawasan Hutan lagi.

Kedua, memastikan program peremajaan sawit rakyat (PSR) dapat berjalan sesuai dengan targetnya. Adapun target yang dicanangkan 180.000 hektar per tahun.

Ketiga, peraturan yang tumpang tindih perlu segera diselesaikan, khususnya peraturan terkait kewajiban Fase Pelaksanaan Kebun Masyarakat (FPKM) 20 persen, karena masih menimbulkan kekisruhan di lapangan.

"Nah, peningkatan produktivitas itu gimana? Ya kebijakannya (pemerintah) harus mendukung. Misalnya untuk petani di kawasan hutan bisa segera diselesaikan. Supaya bisa mendapatkan dana hibah untuk PSR," pungkasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat