Dunia Gaungkan Energi Bersih, Menteri ESDM: Migas Masih Penting Hingga 2050 - News
Laporan Wartawan News, Ismoyo
News, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan pentingnya keberadaan energi berbasis fosil seperti minyak dan gas, di tengah adanya upaya dunia untuk mewujudkan penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan.
Indonesia sendiri berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon, dan sebelumnya telah mengumumkan komitmennya untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih awal.
"Tren dunia saat ini condong ke arah penggunaan sumber energi yang lebih bersih dan terbarukan. Tren ini menimbulkan pertanyaan mengenai masa depan sektor hulu migas," ungkap Arifin dalam acara Indonesia Petroleum Association Convex yang berlangsung di Tangerang, Selasa (14/5/2024).
Baca juga: Bos PGN Sebut Pentingnya Peranan Gas Bumi dalam Transisi Energi di Dalam Negeri
Menurut Arifin, penggunaan energi yang bersumber dari fosil di Indonesia masih sangat diperlukan.
Bahkan ketergantungan tersebut masih akan berlanjut hingga jangka waktu yang cukup panjang kedepannya.
Pasalnya, total energi yang bersumber dari non-fosil atau Energi Baru Terbarukan (EBT) jumlahnya masih belum dapat mengimbangi total kebutuhan energi secara nasional.
Sehingga dapat dikatakan, kehadiran energi konvensional masih sangat dibutuhkan.
"Pemanfaatan minyak dan gas masih tetap dilakukan hingga tahun 2050, meskipun penggunaan langsungnya menurun karena peningkatan efisiensi energi, peningkatan penggunaan listrik, dan dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan," papar Arifin.
"Bagi Indonesia, selama transisi menuju Net Zero Emission pada tahun 2060, minyak dan gas akan terus memainkan peran penting dalam mengamankan pasokan energi, khususnya di bidang transportasi dan pembangkit listrik," lanjutnya.
Sejalan dengan industri migas yang terus didorong dan diperlukan, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon.
Hal ini sejalan dengan komitmen dalam mencapai target emisi nol bersih (net zero emission).
Penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture storage/CCS) merupakan teknologi inovatif yang memungkinkan emisi karbon dioksida (CO2) dipisahkan dari sumbernya, diangkut, dan disimpan secara permanen di bawah tanah.
Teknologi ini memiliki potensi besar untuk mengurangi emisi CO2 dari berbagai sektor industri, seperti pembangkit listrik, industri berat, dan manufaktur.
"Sesuai dengan komitmen Net Zero Emission, Pemerintah juga telah menetapkan Peraturan mengenai CCS/CCUS, termasuk Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2024," papar Arifin.
"Peraturan tersebut mencakup aspek Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon Berbasis dimana hal tersebut sebelumnya belum diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2023," pungkasnya.
Terkini Lainnya
Indonesia mengumumkan komitmennya untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih awal.
Mengintip Proses Produksi AQUA di Pabrik Klaten, Sumber Airnya Langsung dari Gunung Merapi
BERITA REKOMENDASI
Pemerintah Minta KKKS Garap Lapangan Migas yang Nganggur
Pengembangan Smelter Hadapi Tantangan Penyediaan Tenaga Listrik
BERITA TERKINI
berita POPULER
IHSG Berakhir Terkoreksi, Nilai Tukar Rupiah Menguat Tipis
Prabowo Targetkan Ekonomi RI Tumbuh 8 Persen, CORE Ingatkan Hal Ini
B40 Mulai Diuji Coba di KA Bogowonto Relasi Lempuyangan - Pasar Senen
CORE Ramal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Hanya 5 Persen di 2024
Indonesia Posisi Ke-12 Negara dengan Investasi Manufaktur Paling Subur