androidvodic.com

Kepala Pangan PBB Peringatkan Puluhan Jutaan Orang Hadapi Ancaman Kelaparan - News

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

News, NEW YORK - Sekitar 50 juta orang saat ini berpotensi mengalami kelaparan, sedangkan jumlah yang lebih besar kini menghadapi bentuk kerawanan pangan lainnya.

Pernyataan ini disampaikan Kepala Pangan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) David Beasley pada Kamis lalu.

Dikutip dari laman Russia Today, Senin (26/9/2022), ia memperingatkan adanya potensi 'kekacauan' global dan kerusuhan jika negara-negara di dunia gagal mengatasi kekurangan besar pada bahan bakar, biji-bijian, pupuk dan barang-barang penting lainnya terkait produksi pangan.

Beasley pun mendesak negara-negara donatur dan dermawan swasta untuk mengambil tindakan demi mencegah bencana krisis kelaparan di tengah fenomena kelangkaan yang sedang berlangsung.

Ia menyatakan akan ada 'kekacauan di seluruh dunia', jika tidak ada tindakan dari negara-negara itu.

"50 juta orang di 45 negara kini berisiko mengalami kelaparan, jika kita tidak menjangkau orang-orang ini, maka kita akan mengalami kelaparan, destabilisasi negara tidak seperti apapun yang kita lihat pada 2007 hingga 2008 dan 2011, dan akan ada migrasi massal. Jika kita tidak mengatasi ini dengan cepat pada tahun ini, maka kita akan menghadapi masalah ketersediaan pangan pada 2023 dan itu akan menjadi neraka," tegas Beasley.

Baca juga: Warga Papua kelaparan hingga jadi pengungsi tapi Presiden Jokowi hadiri peluncuran olahraga, pengamat: ‘Kunjungan yang tak bermakna’

Ia menyebut bahwa total sekitar 80 juta orang menghadapi beberapa tingkat kerawanan pangan saat dirinya menangani profesi ini pada 2017 lalu.

Mirisnya, angka itu kini telah membengkak menjadi 345 juta karena serangkaian penyebab yang disebut sebagai 'badai yang sempurna'.

Diantara faktor lainnya, ia menyalahkan dampak ekonomi yang berkepanjangan akibat pandemi virus corona (Covid-19) dan langkah-langkah penutupan.

Begitu pula masalah rantai pasokan yang signifikan, yang disebabkan oleh konflik di Ukraina dan sanksi pembalasan yang dijatuhkan oleh negara Barat terhadap Rusia.

Pengiriman biji-bijian dari Ukraina dan Rusia, yang biasanya mengekspor cukup banyak untuk memberi makan ratusan juta orang, kini telah turun tajam di tengah pertempuran yang terjadi antara kedua negara itu.

Hal yang sama terjadi pada ekspor pupuk dari Rusia, karena negara ini merupakan produsen terbesar kedua di dunia setelah China.

Sanksi ekonomi dan embargo langsung terhadap produk Rusia juga memperburuk masalah, meskipun beberapa negara termasuk Amerika Serikat (AS) telah membuat pengecualian untuk mengkompensasi kekurangan.

Beasley menekankan bahwa dunia menghasilkan cukup makanan untuk populasi global sekitar 7,7 miliar, namun petani hanya dapat mencapai hasil yang tepat dengan menggunakan pupuk.

Tanpa pupuk, ia meramalkan akam ada 'malapetaka' di seluruh dunia, khususnya di Asia, di mana 'produksi beras berada pada kondisi kritis saat ini'.

Oleh karena itu, Beasley pun meminta negara-negara Teluk untuk 'meningkatkan' kontribusi terhadap program pangan.

Kendati demikian, ia mencatat bahwa beberapa negara telah menuai keuntungan finansial yang besar karena melonjaknya harga minyak.

"Kami tidak berbicara tentang meminta satu triliun dolar di sini. Kami hanya berbicara tentang meminta keuntungan anda selama beberapa hari untuk menstabilkan dunia. Bahkan jika anda tidak memberikannya kepada saya, bahkan jika anda tidak memberikannya kepada Program Pangan Dunia, ikuti permainannya. Orang-orang menderita dan sekarat di seluruh dunia, saat seorang anak meninggal setiap 5 detik karena kelaparan, ini sangat memalukan bagi kita," pungkas Beasley.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat