androidvodic.com

Laporan WHO: Tingginya Tingkat Resistensi Pada Bakteri, Picu Infeksi Aliran Darah yang Ancam Jiwa - News

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

News, JENEWA - Laporan terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan tingkat resistensi yang tinggi pada bakteri dan menyebabkan infeksi aliran darah yang mengancam jiwa.

Tidak hanya itu, tingkat resistensi ini juga memicu peningkatan resistensi terhadap pengobatan pada beberapa bakteri yang menyebabkan infeksi umum di masyarakat.

Baca juga: Apa Itu Strep A? Bakteri yang Ditemukan di Tenggorokan dan Kulit, Telah Bunuh 5 Anak di Inggris

Temuan ini berdasarkan data yang dilaporkan oleh 87 negara pada 2020.

Dikutip dari laman resmi WHO, Selasa (13/12/2022), untuk kali pertama, laporan Global Antimicrobial Resistance and Use Surveillance System (GLASS) tidak hanya memberikan analisis tingkat resistensi antimikroba (AMR) dalam konteks cakupan pengujian nasional saja.

Namun juga tren AMR sejak 2017 dan data konsumsi antimikroba pada manusia di 27 negara.

Dalam waktu 6 tahun, GLASS meraih partisipasi dari 127 negara dengan 72 persen populasi dunia.

Laporan tersebut mencakup format digital interaktif yang inovatif untuk memfasilitasi ekstraksi data dan grafik.

Laporan tersebut menunjukkan tingkat resistensi yang tinggi, yakni di atas 50 persen pada bakteri yang sering menyebabkan infeksi aliran darah di rumah sakit, seperti Klebsiella pneumoniae dan Acinetobacter spp.

Baca juga: 9 Anak di Inggris Meninggal Dunia karena Infeksi Bakteri Strep A, Pemerintah Imbau Warga Waspada

Infeksi yang mengancam jiwa ini memerlukan pengobatan dengan antibiotik pilihan terakhir, seperti karbapenem.

Namun 8 persen dari infeksi aliran darah yang disebabkan oleh Klebsiella pneumoniae dilaporkan resisten terhadap karbapenem.

Ini tentunya meningkatkan risiko kematian akibat infeksi yang tidak dapat dikendalikan.

Infeksi bakteri umum menjadi semakin kebal terhadap pengobatan.

Baca juga: Bakteri di Mulut Bisa Picu Sinusitis, Berikut Cara Pencegahannya 

Lebih dari 60 persen isolat Neisseria gonorrhea yakni penyakit menular seksual yang paling banyak ditemukan, menunjukkan resistensi terhadap salah satu antibakteri oral yang paling banyak digunakan, Ciprofloxacin.

Lebih dari 20 persen isolat E.coli, patogen paling umum pada infeksi saluran kemih, resisten terhadap obat lini pertama yakni ampisilin dan kotrimoksazol serta pengobatan lini kedua yaitu fluoroquinolones.

"Resistensi antimikroba merusak pengobatan modern dan membahayakan jutaan nyawa, untuk benar-benar memahami sejauh mana ancaman global dan meningkatkan respons kesehatan masyarakat yang efektif terhadap AMR, kita harus meningkatkan pengujian mikrobiologi serta menyediakan data yang terjamin kualitasnya di semua negara, bukan hanya di negara yang lebih kaya," kat  Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Baca juga: Bakteri Penyebab Penyakit Langka Melioidosis Ditemukan di AS untuk Pertama Kali

Meskipun sebagian besar tren resistensi tetap stabil selama 4 tahun terakhir, infeksi aliran darah akibat Escherichia coli dan Salmonella spp yang resisten, serta infeksi gonore yang resisten mengalami peningkatan setidaknya 15 persen dibandingkan dengan angka pada 2017.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi alasan di balik peningkatan AMR yang diamati dan sejauh mana kaitannya dengan peningkatan kasus rawat inap dan perawatan antibiotik selama pandemi virus corona (Covid-19).

Pandemi juga membuat beberapa negara tidak dapat melaporkan data untuk tahun 2020.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat