androidvodic.com

Kejutan Kemenangan Aliansi Kiri, Mampukah Mereka Memimpin Prancis? - News

Setelah pemilihan parlemen Eropa pada Juni, pemilih Perancis menyaksikan dua perkembangan mengejutkan di dalam negeri. Pertama, mengingat kekalahan yang dideritanya dalam pemilu Eropa, Presiden Prancis Emmanuel Macron memutuskan untuk membubarkan parlemen Prancis, Majelis Nasional, dan menggelar pemilu cepat.

Sehari kemudian, kelompok kiri politik Perancis, yang biasanya terpecah menjadi beberapa partai kecil, mengumumkan, mereka membentuk aliansi baru, Front Populer Baru / New Popular Front (NFP) untuk mencegah National Rally (RN) yang berhaluan sayap kanan untuk menang dalam pemilu.

Kelompok kiri tampaknya telah mencapai tujuan tersebut, setelah berhasil memenangkan pemilu putaran kedua pada Minggu (07/7) dengan perolehan kursi terbanyak di parlemen. "Front Populer Baru siap untuk memerintah,” kata Jean-Luc Melenchon, ketua partai terbesar NFP, partai sayap kiri France Unbowed (LFI), pada Minggu malam.

Marine Tondelier, presiden Partai Hijau dan salah satu penggagas aliansi NFP, mendukung klaim Melenchon, "Kami menang, dan sekarang, kami akan memerintah," katanya menanggapi hasil pemilu.

Dia didukung oleh Olivier Faure, ketua Partai Sosialis, yang mengatakan, "Front Populer Baru harus memimpin babak baru dalam sejarah kita." Pidatonya juga mengungkapkan hambatan apa yang mungkin ada di depan aliansi kiri. Faure tidak ingin berkolaborasi dengan aliansi ramah bisnis yang didukung oleh kelompok tengah yang diinisiasi Macron, "Together".

Siapa yang berada di aliansi kiri?

Dalam aliansi NFP, Partai Sosialis memiliki pengalaman paling banyak dalam pemerintahan, dengan Francois Mitterrand (1981-1995) dan Francois Hollande (2012-2017), keduanya pernah menjabat sebagai presiden.

Partai ini juga mempunyai pengalaman memerintah berdasarkan peraturan pembagian kekuasaan yang dikenal di Perancis sebagai "kohabitasi,” dimana partai yang dipimpin oleh presiden tidak memiliki mayoritas mutlak di parlemen dan harus bekerja sama dengan pemerintah oposisi. Hal ini terjadi antara tahun 1997 dan 2002, ketika Perdana Menteri Sosialis Lionel Jospin bertugas di bawah Presiden Konservatif Jacques Chirac.

Namun Partai Sosialis hanyalah partai terkuat kedua dalam aliansi NFP, dengan rendahnya peringkat dukungan terhadap Hollande telah membuka jalan bagi kebangkitan LFI yang dipimpin Melenchon. Ia dijuluki "Penghasut”, dengan rekam jejak sebagai mantan anggota Partai Sosialis, dan kini memimpin sebuah partai yang lebih berhaluan kiri serta skeptis terhadap Uni Eropa.

Di masa lalu, Melenchon menuai kritik dengan pernyataan tentang operasi militer Israel di Gaza yang ditafsirkan sebagai antisemit. Sebelum invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina, ia mengaku memahami klaim Moskow yang merasa terancam oleh perluasan aliansi militer NATO.

Secara keseluruhan, Melenchon mengkritik komando militer terpadu NATO, dan ia berulang kali merekomendasikan Prancis untuk mundur dari aliansi militer itu.

Di belakang LFI dan Sosialis, Partai Hijau, yang secara resmi dikenal sebagai Ekologi Eropa – Partai Hijau (EELV), adalah partai terkuat berikutnya dalam aliansi tersebut. Diikuti oleh Partai Komunis Perancis (PCF) dan sejumlah partai kecil lainnya, termasuk sebuah faksi kecil yang memperjuangkan kemerdekaan wilayah seberang laut Polinesia Prancis di Pasifik Selatan.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Akankah aliansi baru ini mengalami nasib yang sama seperti pendahulunya?

Aliansi baru ini kini bergabung dengan daftar panjang upaya serupa di masa lalu yang menyatukan kelompok kiri untuk memerintah. Pada tahun 2022, misalnya, Melenchon meminta partai-partai sayap kiri Prancis untuk berkampanye bersama ketika Presiden Macron berhadapan dengan populis sayap kanan Marine Le Pen dari National Rally (RN) dalam pemilu terakhir di negara itu.

Saat itu, Persatuan Ekologis dan Sosial Populer (NUPES) yang dipimpin Melenchon menjadi kelompok terkuat kedua di parlemen, namun gagal mewujudkan posisinya menjadi kekuatan politik, karena kaum Sosialis, Komunis, dan Hijau terbukti enggan mengorbankan kedaulatan partainya masing-masing untuk bergabung dengan kelompok tersebut yang beraliansi oposisi formal di bawah kepemimpinan Melenchon.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat