androidvodic.com

Akhiri Endemi AIDS, Perempuan dan Anak Harus Jadi Fokus Utama Terapi ARV - News

Laporan Wartawan News, Rina Ayu

News, JAKARTA - UNAIDS Country Director Indonesia Krittayawan Boonto menyebutkan, perempuan dan anak dengan HIV merupakan populasi kunci yang seharusnya menjadi prioritas untuk mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030

Semua orang harus meningkatkan upaya pencegahan.

Jika seseorang mendapatkan hasil tes positif harus segera menjalani treatment ARV dengan disiplin untuk mencapai viraload tersupresi.

“Penguatan multi-sektoral menjadi penting untuk dilakukan agar mendapatkan dukungan yang cukup untuk program HIV. Negara juga harus prioritaskan pembiayaan program HIV."

"Dengan begitu, saya yakin bahwa kita semua dapat akhiri AIDS pada 2030”, ungkap Krittayawan pada World AIDS Day 2022 Press Briefing “Let’s Equalize, No Woman and Child Left Behind” pada akhir pekan lalu.

Baca juga: Dituding Selingkuh dengan Denise Chariesta hingga Terjangkit HIV, Sunan Kalijaga: Semua Itu Hoax!

Dari laporan yang ada, hingga tahun 2021 jumlah orang dengan HIV mencapai 38,4 juta jiwa.

Jumlahnya kian bertambah, apalagi pada kelompok perempuan dan anak menunjukkan angka yang memprihatinkan.

Di Indonesia terdapat sekitar 543,100 orang yang hidup dengan HIV denganestimasi 27 ribu kasus infeksi baru di tahun 2021, dimana 40 persen kasus infeksi baru terjadi pada perempuan, sementara lebih dari 51 persennya terjadi pada kelompok remaja (usia 15-24 tahun) dan 12 persen infeksi baru pada anak.

Sementara, hanya 28 persen yang menerima pengobatan ARV.

"Indonesia sendiri menduduki posisi 3 terbawah di Asia Pasifik untuk cakupan pengobatan ARV bersama dengan Pakistan dan Afghanistan," ungkap dia.

Ia menyebut, hampir setengah dari kasus infeksi HIV baru pada anak, dipastikan berasal dari Ibu yang tidak menerima terapi ARV.

Data juga menunjukan banyak ibu menghentikan terapi, selama masa hamil dan menyusui.

Banyak tantangan yang mempersulit para ibu melakukan tes HIV maupun pengobatan.

"Seperti keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan, biaya, stigma dan diskriminasi dari lingkungan sekitar dan efek samping obat," imbuh Krittayawan.

Sementara bagi anak dan remaja juga bukan hal yang mudah untuk mengakseslayanan kesehatan.

Adanya keterbatasan obat khusus anak menjadi alasan sulitnya mendapatkan pengobatan.

Belum lagi pengetahuan mengenai isu HIV serta kesehatan seksual dan reproduksi, stigma masyarakat dan kurangnya dukungan keluarga semakin menyulitkan mereka untuk bisa mengakses antiretroviral therapy.

"UNAIDS dan mitra Global juga akan membentuk Aliansi Global Baru untuk Akhiri AIDS pada anak serta kegiatan amal yang akan diresmikan pada 1 Desember 2022 Pukul 13.00 di CGV Pacific Place, Jakarta" ujar dia.(*)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat