androidvodic.com

Berolahraga Saat Polusi Udara Tinggi Bergantung Tiga Hal - News

Laporan Wartawan News, Aisyah Nursyamsi

News, JAKARTA – Polusi udara di Jakarta dan sekitarnya belum juga mereda. 

Karenanya, masyarakat dianjurkan untuk meminimalisir atau tidak beraktivitas di luar rumah, begitu juga dengan berolahraga. 

Sebab, berolahraga saat polusi udara tinggi dapat mengganggu saluran pernapasan. Terutama bagi mereka yang masuk kategori kelompok sensitif.

Hal ini diungkapkan oleh Guru Besar dalam Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K).

"Disarankan tidak dilakukan (olahraga). Mengurangi aktivitas luar ruangan ketika polutan tinggi. Rekomendasinya diingat," ungkap dr Agus pada konferensi pers di Kementerian Kesehatan Jakarta, Senin (28/8/2023). 

Baca juga: Polusi Udara Masih Ada, Bolehkah Menjemur Bayi di Luar Ruangan? Ini Kata Dokter

Namun secara ilmiah, berolahraga saat polusi udara tinggi tergantung pada tiga hal. 

Pertama adalah level polusinya, kedua jenis olahraga, ketiga berapa lamanya.

"Ini bicara ilmiahnya. Kalau level (polusi) black, cokelat paling tinggi sangat berbahaya, tidak boleh sama sekali (berolahraga). Jenis apa pun tidak boleh di luar ruangan," papar dr Agus. 

Kalau level polusi masuk merah atau berbahaya, boleh melakukan olahraga jenis low impact kurang 30 menit. 

Namun untuk jenis olahraga high impact, sebaiknya jangan.

"Itu ada teorinya. Tapi sederhananya seperti itu," kata dr Agus lagi. 

Selain itu, pada level tidak berbahaya atau di bawah level merah, maka olahraga low impact bisa dilakukan selama satu jam.

Jika high impact dan kualitas udara kuning tidak boleh olahraga terlalu lama atau kurang dari 30 menit. 

"Hanya saja kelompok sensitif perlu diwanti-wanti. Sama sekali tidak boleh berolahraga mau level apa pun. Kalau kelompok sensitif mudah ter-trigger," papar dr Agus. 

Misal, pada penderita penyakit asma, terkena bahan sedikit saja sudah sensitif sesak napas dan serangan. 

"Tidak disarankan, tidak berlaku teori tadi pada kelompok sensitif," tutupnya. 
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat