androidvodic.com

Hidayat Nur Wahid Dukung MUI dalam Penuntasan Dugaan Penyimpangan Panji Gumilang - News

News - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid turut menanggapi persoalan Pesantren Al-Zaytun yang masih bergulir. Anggota DPR-RI Komisi VIII ini menyinggung kontroversi pimpinan Ponpes Al-Zaytun yang sudah lama meresahkan dan menjadi perhatian masyarakat. Terlebih, Ketua MUI Indramayu dan PWNU Jawa Barat memutuskan untuk mengharamkan pengiriman santri ke pesantren di Indramayu tersebut.

Kini, pimpinan pesantren Al-Zaytun yang berdiri sejak 1999 itu bahkan menghadapi masalah berat lain, seperti perkara hukum di Bareskrim, masalah administrasi di Kemenag, ditambah dengan adanya rekomendasi dari tim investigasi Pemprov Jawa Barat, Gubernur Jawa Barat, dan MUI Jawa Barat supaya pesantren pimpinan Panji Gumilang itu dibubarkan. 

Hidayat mengatakan, pembubaran atau pencabutan izin pesantren mungkin dilakukan oleh Kemenag namun harus berdasarkan ketentuan hukum, sesuai dengan UU Pesantren.

"Indonesia adalah negara hukum, siapa pun tanpa kecuali harus melaksanakan dan mengikutinya dengan benar. UU Pesantren memberikan hak untuk mengizinkan berdirinya pesantren atau mencabut izin pesantren kepada Kemenag. Dan Kemenag sudah pernah mencabut izin pesantren di Bandung (yaitu Pesantren Manarul Huda) dan pesantren di OKU Sumsel (Pesantren Darul Ulum) karena kejahatan moral yang dilakukan pimpinan pesantren, yang sudah dibuktikan kesalahannya secara hukum,” ucap Hidayat kepada wartawan, Selasa (4/7).

Berbagai kontroversi Panji Gumilang yang menyita banyak perhatian, di antaranya menyebut Alquran bukan kalam Allah, tapi kalam Nabi karena Allah tidak berbahasa Arab. Permasalahan rukun Iman ini dinilai telah men-down-grade-kan Alquran dan menyamakannya dengan kreasi makhluk yang lain. Selain itu, perbuatan ini termasuk menyimpang dari akidah Ahlussunnah wal jamaah yang berlaku di pesantren-pesantren yang mu’tabar di Indonesia.

Panji Gumilang dikabarkan juga menyuarakan bahwa ibadah Haji, salah satu rukun Islam, tidak harus ke Makkah, tetapi bisa di Indonesia karena Indonesia juga tanah suci. Hal tersebut tentu tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah dan ulama-ulama Islam, serta kitab-kitab mu’tabar (standar) yang diajarkan di semua pesantren di Indonesia.

Tak hanya itu, Panji Gumilang berpendapat bahwa salat Idul Fitri dapat dilaksanakan secara bercampur antara jemaah pria dan wanita di shaf pertama, yang juga bisa dihadiri oleh non-muslim. Ajaran kontroversial lainnya meliputi, salat dibuat berjarak dengan alasan bau badan, cara melantunkan azan, pendapatnya soal masjid, salam dengan bahasa Ibrani (Yahudi), serta pernyataannya soal “madzhab Soekarno”.

Hidayat bersimpati kepada para santri atas ajaran rukun Iman dan rukun Islam yang tidak sesuai dengan prinsip ajaran agama Islam yang berlaku di pesantren.

"Semakin lama Panji Gumilang malah makin berani mendemonstrasikan sikap dan tindakan beliau yang tidak sesuai dengan arus utama pesantren dan sikap beragama umat Islam di Indonesia umumnya. Panji Gumilang tidak mengambil ibrah (pelajaran) bahwa selama ini tidak ditindak oleh hukum atas berbagai kontroversi yang terjadi sebelumnya, padahal Panji Gumilang sebagaimana diakuinya sendiri, pernah dikurung ditahan selama 10 bulan dipenjara, itu pada tahun 2015 karena kasus “pemalsuan” dokumen Yayasan Pendidikan Islam (YPI). Kalau tidak ada koreksi seperti ada pembenaran atas berbagai penyimpangan ajarannya,” ungkap Hidayat.

Hidayat mendukung langkah Kepolisian, Kemenag, MUI (Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat dan MUI Pusat), serta Pemprov dan Gubernur Jawa Barat untuk menangani kasus Panji Gumilang dengan serius, termasuk mengambil tindakan hukum yang tegas sesuai prinsip Indonesia sebagai negara hukum dan mengoreksi kontroversi ajaran yang dinyatakan oleh Panji Gumilang pimpinan pesantren Al-Zaytun.

"Saya apresiasi langkah hukum yang dilakukan oleh Kepolisian, apalagi otoritas keagamaan (MUI dari Kabupaten, Provinsi dan Pusat) juga sudah menyampaikan sikapnya. Sekarang bahkan Bareskrim sudah memanggil dan memeriksa Panji Gumilang, dan sudah menaikkan ke tingkat penyidikan. Artinya proses hukum dijalankan. Dan begitulah yang semestinya dahulu juga dilakukan terhadap HTI dan kemudian FPI. Karena Indonesia adalah negara hukum yang mengakui pentingnya keadilan hukum dengan segala prosesnya. Hal yang sangat perlu dilakukan dan dibuktikan oleh penegak hukum termasuk dari Kepolisian,” ujar Hidayat.

Terakhir, Hidayat meminta kepada Kemenag bersama Pemprov Jawa Barat, MUI, dan para ulama, serta ormas Islam untuk menyiapkan langkah-langkah terkait kelanjutan pendidikan agama dan nasib santri dan Pesantren Al-Zaytun agar hal-hal yang kontroversial tidak terulang kembali.

"Pesantren mestinya hanya mengajarkan kepada para santrinya hal-hal yang sesuai dengan ajaran dan spirit pesantren dalam berbagai jenisnya yang diakui oleh UU Pesantren, dalam rangka meningkatkan keimanan, ketakwaan, ilmu serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai ketentuan UUDNRI tahun 1945,” pungkasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat