androidvodic.com

MK tak Terima Gugatan PPP di Dapil Aceh II karena Tidak Konsisten - News

Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

News, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak melanjutkan gugatan sengketa pileg yang diajukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ke tahap pemeriksaan pembuktian.

Hal itu berdasarkan putusan dismissal MK untuk perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) PPP nomor 168 yang mempersoalkan perolehan suara di daerah pemilihan (dapil) Aceh II.

"Menyatakan permohonan pemohon (PPP) tidak dapat diterima," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan, di ruang sidang pleno gedung MK, Jakarta, pada Selasa (21/5/2024).

Dalam pertimbangan hukum, Mahkamah mempertimbangkan eksepsi termohon KPU, yang pada pokoknya menyatakan permohonan pemohon PPP tidak jelas atau kabur.

Adapun KPU mendalilkan, pemohon caleg PPP dalam permohonannya tidak menyebutkan lokasi TPS secara jelas peristiwa terjadinya migrasi suaranya ke Partai Garuda.

Baca juga: Permohonan Sulit Dipahami, MK Tak Terima Gugatan PPP terhadap Partai Garuda di Dapil Kaltim

Kemudian, dalam permohonan, pemohon dari PPP itu juga disebut tidak dapat menjelaskan secara terperinci apakah peristiwa migrasi suaranya ke Parta Garuda tersebut berasal dari suara Partai Pemohon atau suara caleg partai Pemohon.

Selain itu, Mahkamah menyoroti PPP di dalam permohonan awal mendalilkan adanya migrasi suara sebesar 10.000 suara ke PDIP.

Namun, di dalam permohonan bertanggal 27 Maret 2024, pemohon mendalilkan adanya migrasi suara sebesar 5.300 dari Partai Garuda.

"Sehingga menunjukkan dalil permohonan pemohon yang tidak konsisten," tegas Mahkamah.

Sementara itu, Mahkamah mempertimbangkan dalil KPU mengenai PPP yang tidak menyebutkan lokasi TPS dan tidak menjelaskan secara rinci terjadinya migrasi suara ke Partai Garuda dengan syarat yang tercantum pada Pasal 75 UU MK.

"Dalam permohonan yang diajukan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang: a. kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon; dan b. permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon," demikian bunyi Pasal 75 UU MK.

Mahkamah menilai, permohonan PPP tidak bersesuaian dengan ketentuan dalam Pasal 75 UU MK, Pasal 9 ayat (2) PMK 2/2023, dan Pasal 11 ayat (2) huruf b angka 4 dan angka 5 PMK 2/2023.

"Permohonan Pemohon tidak merujuk sama sekali alat bukti tertentu dalam setiap dalil permohonannya. Oleh karena itu, cukup beralasan bagi Mahkamah untuk menyatakan permohonan a quo tidak jelas atau kabur," jelas hakim konstitusi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat