androidvodic.com

Fenomena Lucky Hakim Kembali Maju Pilbup Indramayu, Pengamat Singgung Politik Marketing Instan - News

Laporan Wartawan News, Danang Triatmojo

News, JAKARTA - Pendaftaran pasangan calon di Pilkada Serentak 2024 akan dimulai pada 27 Agustus mendatang. Sejumlah nama kandidat mencuat, salah satunya, mantan Wakil Bupati Indramayu, Lucky Hakim yang hendak maju sebagai bakal Calon Bupati Indramayu pada Pilkada Indramayu 2024. 

Padahal ketika menjadi Wakil Bupati sejak 26 Februari 2021, justru Lucky Hakim mengundurkan diri dari jabatannya meski baru dua tahun menjabat, dengan alasan tak ada tugas yang bisa dikerjakan. 

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menilai, fenomena sikap Lucky Hakim tersebut menunjukkan lemahnya gaya kepemimpinan dan kapabilitas yang bersangkutan.

"Bukan diragukan lagi dia pasti akan gagal menjadi pemimpin dan tidak bisa bekerja secara profesional dengan gaya leadership yang lemah karena sama sekali tidak punya kapasitas dan kapabilitas dalam memimpin," kata Neni saat dihubungi, Kamis (18/7/2024).

Meski begitu, Neni mengakaui hal tersebut juga tidak dilarang dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang pencalonan kepala daerah. Namun, hal itu 

Menurut Neni, hal tersebut merupakan pola lama yang dilakukan baik kandidat maupun partai politik lewat strategi politikal marketing instan untuk tujuan kemenangan. Sebab kandidat yang diusung biasanya sudah dikenal oleh masyarakat. 

"Ini adalah pola lama yang dilakukan oleh calon kandidat termasuk juga partai politik dengan strategi politikal marketing instan untuk meraih kemenangan dari kandidat yang diusung karena setidaknya artis dan juga mantan pejabat publik bermasalah sudah dikenal oleh masyarakat," katanya.

Baca juga: Pernah Hidup Susah, Marshel Widianto Merasa Yakin Bisa Memimpin Tangsel

Meski begitu, ada beberapa hal yang harus dikritisi. Pertama, kehadiran mantan pejabat publik, selebriti, ataupun eks selebriti di panggung Pilkada jadi kegagalan partai dalam melahirkan kader yang berkualitas, dan memilih menghalalkan segala cara untuk kemenangan pertarungan di Pilkada. 

"Kondisi ini yang memaksa partai untuk merekrut selebritis papan atas termasuk mantan pejabat publik sekalipun yang bermasalah untuk mendongkrak suara pemilih, dengan menomor duakan kapasitas dan kapabilitas apalagi integritas dan moralitas," ucapnya.

"Memang ini sengaja dikomodifikasi karena Pilkada kita ibarat pasar bebas sehingga lebih mudah diperjual belikan dan masuk dalam pangsa pasar. Ketika masih laku di masyarakat meski tidak bermoral kenapa tidak mendapat dukungan dari partai politik," tutur Neni.

Baca juga: Didukung 8 Parpol, Khofifah-Emil Tak Targetkan Lawan Kotak Kosong di Pilkada Jatim 2024

Hal tersebut juga dinilai sebagai gambaran dari kemunduran dalam demokrasi lokal, membuat demokrasi di Indonesia tidak naik kelas. 

"Namun praktik Ini memang selalu masif digunakan dari era reformasi hingga sekarang," lanjut Neni.

Ia menyebut semua itu terjadi karena kurangnya kesadaran pemilih dan kurangnya pendidikan politik, terutama bagi masyarakat awam.

"Membuat pemilih menjadi tidak rasional dan tidak penting dengan ide, gagasan dan visi misi kandidat," pungkas Neni.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat