androidvodic.com

Menjadi Abadi dengan Menulis dan Pencerahan Politik di KBFP Angkatan Ketujuh - News

News, JAKARTA - Dalam sesi diskusi serta sharing pengalaman Peserta Sekolah Pemimpin Muda Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP) angkatan 7 di Diskusi Kopi dan Ruang Berbagi, di jalan raya Halimun no 11 Jakarta Pusat, mendapatkan pengalaman serta ilmu berharga dari Pemimpin Redaksi Kompas.com, Wisnu Nugroho.

Wisnu mengajak para peserta untuk lebih mengetahui atau memahami dunia jurnalistik khususnya menulis.

Menurutnya, ada tiga hal yang menjadikan seseorang itu abadi. Pertama, menikah dan punya anak. Kemudian, menanam pohon dan pohon itu tumbuh menjadi besar serta berbuah. Dan, terakhir adalah menulis buku.

“Usia kita kalau kita beruntung mungkin 80 tahun atau 100 tahun lagi. Teknologi mungkin membuat usia kita banyak. Tapi usia banyak belum tentu menguntungkan ya dari beberapa kasus. Dengan menulis, apa yang diingat oleh orang itu akan lebih panjang. Dan, menulis itu akan membuat seseorang menjadi lebih abadi. Kalau menikah itu mudah sekali dilakukan,” ungkap Wisnu.

Selanjutnya, pria murah senyum ini kemudian berbagi pengalaman kepada para peserta KBFP 7 seputar pengalamannya meliput berita di Istana Negara Jakarta.

Ada satu pengalaman menarik yang pernah dialaminya. Kejadian itu terjadi di tahun 2008. Masih dari penuturannya, waktu itu pemimpin negeri sedang disibukkan dengan upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.

Ketika Wisnu datang ke ruangan petinggi negara tersebut terpampang spanduk bertuliskan sayembara berburu kucing di Istana. Timbullah banyak pertanyaan dalam benaknya. Mengapa bukan tikus atau hama yang ingin diberantas namun justru kucing yang ingin ditangkap atau disingkirkan.

Ternyata menangkap kucing, lanjut Wisnu, bukanlah perkara mudah, bahkan istana pun harus menyewa lembaga khusus.

“Nangkap kucing juga bukan perkara mudah. Yang dipersoalkan Istana kan tikusnya banyak, maka Istana menyewa ISS untuk membantu melayani kebersihan kesehatan biasanya ada di bandara. Kalau pest control itu untuk menangani ruangan bebas dari tikus. Untuk menangkap tikus, negara menyewa lembaga khusus. Persis dengan realita kita kan. Kita punya lembaga Kepolisian, Kejaksaan, dan lain-lain. Tapi negara juga mempunyai lembaga ad hoc seperti KPK untuk menangani atau menangkap tikus-tikus. Karena negara tidak mampu, kucingnya mandul,” paparnya.

“Kejaksaan tidak mampu menangkapi koruptor-koruptor yang diibaratkan sebagai tikus. Bagaimana repotnya negara menangani korupsi. Dipasang banyak jebakan atau bunyi-bunyian agar tikusnya kabur. Betapa jeleknya kucing kita itu,” jelasnya.

Diskusi Bersama PSI

Peserta KBFP pun begitu fokus mendengar pengalaman serta ilmu berharga dari Pemred Kompas.com ini. Hingga tak terasa waktu sudah malam. Kegiatan KBFP pun dilanjutkan di Pomelo Hotel Kuningan.

Kali ini diskusi bersama Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie dan anggota DPR RI dan Ketua Garda Pemuda Nasdem, Prananda Paloh serta anggota DPR RI, Hanafi Haris, dengan topik pembahasan ‘Strategi Membangun Partai Politik yang Sehat dan Demokratis’.

Menurut Grace, PSI merupakan partai yang membawa identitas DNA kebajikan dan keragaman. PSI berpijak terhadap kesadaran, bahwa politik sejatinya yaitu hal yang baik. Meski kini, kata ‘baik’ dan ‘politik’ lebih sering bersimpang jalan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat