androidvodic.com

Suhardi Alius Memberikan Kuliah Umum di Depan 2367 Mahasiswa Baru UP - News

News, JAKARTA - Kepala BNPT Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, memberikan Kuliah Umum dalam Kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru Universitas Pancasila (UP) 2019 di kampus UP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (26/8/2019).

"Saya berkepentingan mengingatkan dan membekali mereka. Tolong fokus belajar, capai cita-cita dan jangan bias kemana-mana. Apalagi ada hal-hal terkait paham negatif itu, segera laporkan ke pengelola kampus atau sekolah, agar segera diantisipasi dan diatasi. Kalau dibiarkan dan paham itu terlanjur menyebar, pasti akan sulit menanganinya,” ungkap Suhardi Alius.

Suhardi mengaku tidak akan pernah bosan berkeliling kampus untuk memberikan pemahaman ancaman radikalisme dan terorisme.

Tahun 2018 lalu, ia bahkan berhasil membuat Rekor MURI dengan memberikan kuliah umum mengenai wawasan kebangsaan dan bahaya tentang radikalisme dan terorisme kepada 75.075 orang dari berbagai perguruan tinggi.

Pun di awal tahun ajaran baru 2019, ia dan seluruh jajaran BNPT juga disebar untuk memberikan pemahaman serupa di berbagai kampus.

Minggu lalu, Suhardi  memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia, Universitas Andalas, dan Universitas Negeri Padang.

“Mahasiswa baru adalah ini entry point yang bisa diinfrltrasi karena mereka dari berbagai macam sekolah menengah, yang mungkin masih gagal paham tentang lingkungan sekitar, terutama bahaya radikalisme dan terorisme. Entry point itulah yang akan dimanfaatkan kelompok-kelompok negatif tersebut untuk menyebarkan ideologinya,” jelas mantan Kapolres Depok ini.

Pada kesempatan itu, didepan 2367 mahasiswa baru UP, Suhardi Alius memaparkan tentang bagaimana ciri-ciri orang terpapar intoleransi dan sebagainya.

Dengan begitu deteksi dini akan berjalan dengan sendirinya dan kondisi itu akan cepat diketahui pengelola kampus. Bila ada orang yang demikian, para mahasiswa harus bisa mengingatkan. Tapi bila sudah diingatkan orang tersebut tetap tidak berubah, maka pengelola kampus bisa berkoordinasi dengan BNPT.

Suhardi menegaskan, jangan dibiarkan bila ada gejala radikalisme di kampus. Untuk itu, budaya saling mengingatkan dihidupkan lagi di kampus, juga saling mengisi di tengah globalisasi digital informasi ini. Keakraban juga harus disatukan lagi serta bagaimana bangsa Indonesia mengenal budaya dan jatidiri bangsa jangan ditinggalkan.

“Bangsa ini besar karena pahlawan dan sejarah bangsanya. Jangan lupakan itu. Mudahan-mudahan mereka jadi orang berguna bagi bangsa Indonesia,” jelas mantan Sestama Lemhanas RI ini.

Suhardi juga mengingatkan kembali tentang perubahan pola penyebaran radikalisme tersebut. Kalau dulu, penyebarannya bersifat offline dengan bertatap muka, sekarang orang mencuci otak dan membuat kelompok destruktif hanya dengan media online. Bahkan ada orang tidak pernah berhubungan dengan dunia luar, begitu kena cuci otak, begitu keluar mereka jadi radikal. Selain itu juga yang menggunakan kombinasi offline dan online.

Menurut Suhardi, namanya paham itu adalah ideologi. Bahkan dari salah satu tersangku pelaku bom Bali, Ali Imron, untuk mencuci otak seseorang hanya butuh 2 jam. Hal ini terus diingatkan kepada para mahasiswa agar mereka tidak terinfiltrasi.

“Mereka ini sasaran untuk dicuci, masih muda, emosi belum stabil, mencari jatidi diri, ada semacam tawaran mehadu hero (pahlawan) cepat sekali responnya. Kita harus selamatkan mereka, makanya kita berikan pemahaman agar mereka bisa mengidentifikasi dan mendesiminasikan pesan-pesan dengan gaya mereka,” papar mantan Kapolda Jabar ini.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat