Beras Mahal? Alternatif Lainnya Masih Banyak - News
News, BOGOR - Prof Dr Ir Ahmad Sulaeman, pakar gizi dan keamanan pangan dari Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, hingga kini kebanyakan sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa diversifikasi pangan adalah pengalihan pola makan yang tadinya mengkonsumsi makanan pokok beras menjadi non beras.
Padahal menurut Ahmad, arti dari diversifikasi pangan itu sendiri adalah penganekaragaman pangan. Dalam satu minggu masyarakat tidak harus mengkonsumsi nasi untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat.
"Kebutuhan karbohidrat harian dapat ditemui dari sumber makanan lain selain beras, seperti jagung, sagu, singkong dan lain lain," ujar Ahmad Sulaeman, Senin (23/2/2015).
Dalam siaran pers kantor hukum promosi dan humas (HPH) IPB yang diterima Wartakotalive.com, Ahmad menjelaskan, makin beragam makanan yang dikonsumsi makin tercukupi kebutuhan zat gizinya.
"Satu bahan pangan tidak menentukan terpenuhinya zat gizi kita karena tidak ada satu pun jenis pangan yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan gizi manusia secara lengkap sehingga mengkonsumsi satu bahan pangan saja tidak cukup," ujarnya.
Selain itu menurutnya, ketika beras sebagai sumber karbohidrat diganti dengan singkong maka yang tadinya untuk pemenuhan kebutuhan protein cukup dengan satu potong ikan menjadi tidak sesuai lagi, sehingga harus diubah porsinya.
Sedangkan jika bagi warga Papua yang mengkonsumsinya sagu, hal ini tidak menjadi masalah karena produksi ikan di wilayah tersebut sangat melimpah. "Namun pola ini menjadi tidak sesuai jika dikonsumsi di daerah lain yang produksi ikannya kurang karena kebutuhan proteinnya akan sulit terpenuhi, " katanya.
Diakuinya Ahmad, konsumsi beras penduduk Indonesia tertinggi di dunia sehingga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, Indonesia masih harus melakukan impor.
"Sebaiknya konsumsi dikurangi. Hanya saja supaya masyarakat tidak beralih ke terigu (mie instant) yang juga merupakan produk impor maka pangan lokal Indonesia seperti jagung, sagu, sorgum dan singkong perlu sentuhan teknologi dan dukungan industri sehingga bisa menarik minat masyarakat untuk mengkonsumsinya," ujarnya.
Prof Ahmad yang juga Wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia ini menambahkan, menerapkan program diversifikasi pangan dapat dimulai pada anak-anak. "Terapkan pada anak bahwa makan bukan berarti harus makan nasi, tetapi makan sesuai dengan konsumsi makanan bergizi, beragam, berimbang. Sehingga dapat menghapus anggapan yang selama ini berkembang di tengah masyarakat bahwa makan itu ya nasi, dan belum makan jika belum makan nasi," kata Ahmad.
Terkini Lainnya
Lonjakan Harga Beras
Dalam satu minggu masyarakat tidak harus mengkonsumsi nasi untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat.
Menlu Sebut Al Azhar Akan Tambah Beasiswa Bagi Pelajar Indonesia Tahun Ini
BERITA TERKINI
berita POPULER
LIVE Suara Polri Meninggi Jawab Dugaan Salah Tangkap, Pegi Masih Bisa Ditahan meski Bebas?
Bareskrim Polri Buka Suara soal Dugaan Pegi Setiawan Korban Salah Tangkap Aparat
Bebas dari Tahanan Polda Jabar, Pegi Setiawan Berencana Kembali Kerja hingga Bangun Rumah Masa Depan
Respons Pengaduan PPDB, Ombudsman Koordinasi dengan Kemendikbudristek
Kubu Eks Mentan SYL Nilai Jaksa KPK Tak Bisa Buktikan Aliran Uang ke Biduan Nayunda Nabila