androidvodic.com

Kampanye Kurangi Emisi Karbon Pemerintah RI Usul 'Carbon Credit' di WEF Davos - News

Laporan Wartawan News, Willy Widianto

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pemerintah RI saat World Economic Forum (WEF) di Davos mengusulkan carbon credit dan pentingnya industri kelapa sawit.

Sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar, Indonesia memanfaatkan forum ini untuk memberikan penjelasan yang utuh mengenai penanganan komoditas kelapa sawit serta menyampaikan berbagai program pemerintah untuk mengatasi deforestasi.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berbicara sebagai perwakilan dari pemerintah Indonesia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk melihat industri sawit secara holistik, termasuk dari aspek lingkungan, ekonomi, kontribusi terhadap pembangunan global terutama untuk pencapaian SDGs  perspektif bisnis, serta kebijakan yang telah diambil Pemerintah Indonesia. 

Baca: Dijalankan Mulai Januari 2020, B30 Diklaim Hemat Devisa Rp 63 Triliun

Baca: Menteri Industri Primer Malaysia: India Tak Boikot Minyak Sawit Kami

Baca: Industri Kelapa Sawit Dalam Negeri dan Tantangan Perang Dagang Uni Eropa

“Indonesia merupakan produsen minyak sawit utama dunia. Komoditas ini berkontribusi terhadap 3.5% PDB nasional. Dengan memanfaatkan tidak lebih dari 10% (sekitar 6%-7%) dari total global land bank for vegetable oil, Indonesia mampu menghasilkan 40% dari total minyak nabati dunia. Selain itu, sektor minyak sawit nasional telah berkontribusi mengentaskan kemiskinan bagi 10 juta orang, "ujar Menko Airlangga dalam pernyataan pers yang diterima Tribun, Jumat(24/1/2020).

Dalam pertemuan yang mengusung topik Collective Action for Forest Positive Future dan diselenggarakan oleh organisasi Tropical Forest Alliance (TFA) tersebut, Airlangga juga menjelaskan industri kelapa sawit merupakan sektor strategis bagi perekonomian masyarakat yang perlu dikawal oleh pemerintah. 

Ketua Umum Partai Golkar ini juga menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia saat ini tengah mengembangkan kebijakan yang mendorong domestic demand dari produk sawit, antara lain melalui pengembangan B30 sebagai salah satu alternatif BBM untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar berbasis fosil. 

Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dan mengimplementasikan pembangunan rendah karbon.

"Indonesia juga sedang mengembangkan skema kredit karbon guna mendukung upaya pelestarian lingkungan," kata Menko Airlangga.

Sebagaimana diketahui,  Indonesia memiliki luas perkebunan kelapa sawit sekitar 14 juta hektar yang dapat menyerap sekitar 2,2 miliar ton karbondioksida (CO2) dari udara setiap tahun.

Menko Airlangga mengakui bahwa tantangan utamanya terletak pada upaya mengonversikan carbon footprint ke dalam suatu skema bisnis yang bermanfaat bagi masyarakat. Untuk itu, Indonesia mengajak para peserta yang hadir, khususnya dari kalangan bisnis, untuk mulai berinvestasi di sektor karbon. 

Bagi Indonesia, investasi lingkungan, terutama menyangkut reforestasi, tidak harus dibatasi hanya dalam konteks replanting.

Namun perlu diperluas hingga mencakup aspek monetization dari emisi karbon yang dapat diserap oleh perkebunan sawit.  Oleh karenanya, Indonesia mengusulkan agar para stakeholders yang hadir bisa ikut memikirkan mekanisme/skema penerapan carbon credit yang tepat dalam merealisasikan potensi Indonesia sebagai the capital of carbon credit.

Terkait pencapaian SDGs, Menko Airlangga mengemukakan peranan minyak sawit dalam mencapai target yang telah disepakati secara global, antara lain sebagai sumber energi bersih dan terbarukan yang mendukung ketahanan energi nasional; penyediaan bahan makanan; penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan; serta pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi.

"Presiden Jokowi memiliki komitmen untuk peremajaan (replanting) sebanyak 500 ribu hektar kebun kelapa sawit milik petani. Tujuannya adalah agar masyarakat yang bekerja di sektor ini bisa mendapatkan hasil yang optimal," ujar Airlangga.

Dalam kesempatan tersebut mantan Menperin ini juga menyampaikan strategi kebijakan Indonesia dalam menghadapi kondisi ketidakpastian global.

Selanjutnya, Menko Airlangga menjabarkan agenda pembangunan Indonesia tahun 2020 – 2024 dengan target pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata 6%.

Disampaikan pula bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melalui sinergi antara upaya penguatan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi dan birokrasi, transformasi ekonomi, serta kebijakan moneter dan fiskal yang solid. (Willy Widianto)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat