androidvodic.com

Keberadaan Keris Milik Pangeran Diponegoro Menurut Peter Carey - News

Laporan wartawan Tribun Network, Lusius Genik
TRIBUNNETWORK, JAKARTA-Keris milik Pangeran Diponegoro kini telah kembali ke Indonesia. Pengembalian keris tersebut ditandai dengan acara penyerahan Raja Belanda Willem Alexander kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (20/3/2020).

Sejarawan asal Inggris, Peter Carey menjelaskan dua halaman yang relevan dari karya Susan Legene, De Bagage van Blomhoff dan Van Breugel; Jepang, Jawa, Tripoli, in de negentiende eeuwse Nederlands cultuur van imperialisme (1998).

Baca: Keris Pangeran Diponegoro Kembali, Ini Cerita Sejarawan UGM yang Ikut Memverifikasi

Yang dapat menjelaskan teka-teki di balik Keris Nogosiluman berkelir emas milik Diponegoro jatuh ke tangan Belanda. Penjelasan tersebut berada di halaman 290-291.

Pada halaman yang dimaksud, diungkap surat Sentot Ali Basah pada tanggal 27 Mei 1830 yang diberikan kepada Ritmeester atau Kapten Kavaleri, Francois de Latre (1785-1833) dan Komandan Skuadron Bengal Lancers selama Perang Jawa, Kolonel Jan-Baptist Cleerens (1785- 1850).

Peter Carey menjelaskan, isi surat Sentot awalnya menceritakan tentang Cleerens mendapat promosi sebagai Ritmeester pada 17 Februari 1829 karena keberaniannya di bidang pertempuran.

Baca: Presiden Jokowi Terima Keris Pangeran Diponegoro dari Raja dan Ratu Belanda

Menurut surat tersebut, Sentot dengan jelas mengidentifikasi keris sebagai jenis Nogosiluman dan mengatakan bahwa keris itu milik Diponegoro, dan merupakan sebuah pusaka. "Itu adalah Pusaka Keris Kanjeng Kiai Nogosiluman," kata Peter Carey kepada tribun Rabu (11/3/2020).

Dalam suratnya, Sentot turut menceritakan bagaimana Keris Nogosiluman Diponegoro jatuh ke tangan Cleerens. Dalam hal ini, Peter Carey menjelaskan ada tiga kemungkinan bagaimana keris tersebut jatuh ke tangan Belanda.

Baca: Jalan Panjang Keris Pangeran Diponegoro Hingga Kembali Pulang ke Indonesia

Apakah diambil secara paksa, atau dicuri, atau diberikan pada pertemuan Remokamal di Karanganyar, Banyumas pada 16 Februari 1830. Pertemuan tersebut membuka jalan bagi Diponegoro dengan De Kock untuk melakukan negosiasi di Magelang. "Saya tidak yakin, tapi mungkin yang terakhir," ujar Peter Carey.

Namun demikian, Peter Carey mengakui dirinya tahu satu dokumen lain yang kiranya dapat mengungkap teka-teki di balik jatuhnya Keris Nogosiluman Diponegoro ke tangan Belanda. Dokumen tersebut juga ditulis oleh Sentot Ali Basah.

Dokumen itu ditulis pada Mei 1830 atau tak lama setelah penangkapan Diponegoro. Dalam dokumennya, lanjut Peter Carey, Sentot turut menjelaskan Keris Nogosiluman milik Diponegoro dalam bahasa Belanda.

Menurut perkiraan Peter Carey, usai membaca dokumen Sentot yang menceritakan penangkapan Diponegoro, hanya ada dua kemungkinan bagaimana pusaka ini sampai ke tangan Belanda. 

Baca: Ternyata Keris Pangeran Diponegoro Bernama Kyai Kanjeng Naga Siluman, Diserahkan Setelah Dua Abad

 "Entah itu diberikan kepada Cleerens sebagai isyarat gencatan senjata Diponegoro agar diizinkan pergi ke Magelang dan bernegosiasi dengan itikad baik dengan De Kock. Atau bahwa De Kock mengambil keris Diponegoro pada saat penangkapannya di Magelang 28 Maret 1830," jelas Peter Carey.

Peter Carey mengaku tak bisa memastikan. Namun, yang terjadi justru keris tersebut kemudian diberikan Cleerens kepada Raja Willem I sebagai simbol kemenangan Belanda dalam Perang Jawa dan merepresentasikan kekalahan Diponegoro.

Peter Carey merasa penasaran, mengapa De Kock tidak menyebutkan detail ini dalam sejarah yang ditulisnya tentang pembicaraannya dengan Diponegoro antara 8-28 Maret 1830. "Dan khususnya pada hari Minggu yang menentukan itu, 28 Maret, ketika Diponegoro ditangkap," kata Peter Carey.

Kemudian, jika Keris Nogosiluman milik Diponegoro diambil pada saat penangkapan oleh De Kock, mengapa generalissimo tidak secara langsung membawanya untuk hadir di hadapan Raja Willem I.

Baca: Raja Belanda Kembalikan Keris Pangeran Diponegoro ke Jokowi: Diteliti Lama, Sedah Mirah Ikut Berpose

"Dia (Cleerens) tentu saja tidak mempercayakannya kepada bawahan. Jadi semuanya membuat saya curiga bahwa Cleerens menerima ini dari Diponegoro secara langsung sebagai tanda niat baik yang kemudian dilanggar dengan konsekuensi karma mendalam baik untuk Belanda maupun orang Jawa," ujar Peter Carey.

Selain itu, dalam catatan De Kock, Kangjeng Kiai Nogo Siluman tidak disebutkan dalam otobiografi Diponegoro. Juga tidak ada dalam daftar barang milik Belanda pada saat Diponegoro ditangkap.

Baca: Warga Magelang Temukan Keris, Teko dan Buku Berbahasa Jawa dan Arab

Sejauh yang diketahui Peter Carey, hanya ada satu dokumen yang menyebutkan Keris Nogosiluman Diponegoro, yaitu laporan Raden Saleh untuk Tn. Kasteele, kepala Kabinet van Zeldzaamheden pada saat Diponegoro ditangkap.

"Namun sebenarnya dokumen ini tidak disebutkan dalam semua laporan pers. Saya tidak tahu apakah ada hubungan antara kedua peristiwa itu," kata Peter menambahkan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat