androidvodic.com

SETARA Tegaskan Pendekatan Keamanan Bukan Solusi Konflik di Papua - News

News, JAKARTA - Peneliti HAM dan Sektor Keamanan SETARA Institute Ikhsan Yosarie menegaskan pendekatan keamanan bukanlah solusi konflik di Papua.

Ikhsan merujuk pada penembakan terhadap pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua pada Sabtu (19/9) yang menambah panjang daftar korban sipil dalam konflik bersenjata di Papua.

Kasus ini bukan kali pertama di tahun 2020, sebelumnya pada 18 Juli lalu, dua warga sipil Elias Karunggu (40) dan putranya Selu Karunggu (20) juga menjadi korban penembakan aparat di Nduga.

Kemudian pada 13 April, Eden Armando Bebari (19) dan Roni Wandik (23) juga menjadi korban penembakan yang oleh aparat di Distrik Kwamki Narama, Timika Papua.

Keganasan gerombolan separatis teroris Papua berlanjut di Hitadipa. Setelah memakan korban warga sipil beberapa hari yang lalu, 1 diantaranya tewas di tempat dan menembak 2 TNI. Kini giliran pendeta Yeremia Zanambani, yang jadi korban keganasan gerombolan ini. Kejadian ini menambah daftar Panjang korban keganasan KKSB Papua yang sedang mencari perhatian menjelang SU PBB tanggal 22-29 September mendatang. News/PUSPEN TNI
Keganasan gerombolan separatis teroris Papua berlanjut di Hitadipa. Setelah memakan korban warga sipil beberapa hari yang lalu, 1 diantaranya tewas di tempat dan menembak 2 TNI. Kini giliran pendeta Yeremia Zanambani, yang jadi korban keganasan gerombolan ini. Kejadian ini menambah daftar Panjang korban keganasan KKSB Papua yang sedang mencari perhatian menjelang SU PBB tanggal 22-29 September mendatang. News/PUSPEN TNI (News/PUSPEN TNI)

Bahkan pengarusutamaan pendekatan keamanan dalam konflik Papua juga memakan korban jiwa dari pihak TNI.

Di tahun 2020 ini, lebih kurang tercatat tiga prajurit TNI yang meninggal dunia.

"Pelbagai kasus penembakan yang memakan korban jiwa, terutama dari masyarakat sipil, semakin memperlihatkan pendekatan keamanan tidak menjadi jawaban atas persoalan konflik di tanah Papua," ujar Ikhsan, dalam keterangannya, Jumat (2/10/2020).

"Pendekatan keamanan hanya akan menjadi api dalam sekam, karena perspektif keamanan dan stabilitas negara hanya mengedepankan cara bagaimana membuat kondisi yang tengah bergejolak kembali stabil dan kondusif, sementara substansi permasalahan luput," imbuhnya.

Ikhsan mengatakan narasi terkait lepasnya Papua jika aparat ditarik dari Bumi Cenderawasih hanya mencerminkan watak pemerintah dalam penggunaan pendekatan keamanan dalam menyelesaikan konflik, serta legitimasi dan pemapanan pendekatan keamanan dalam menangani konflik di Papua.

Padahal seharusnya pendekatan halus (soft approach) dalam bentuk negosiasi yang dilakukan terhadap GAM di Aceh seharusnya juga dapat diterapkan di Papua.

"Terlebih, para aktor yang terlibat ketika itu masih hidup, seperti Kepala BIN ketika itu, Sutiyoso. Dengan demikian, penyelesaian konflik dapat dilakukan tanpa memakan korban jiwa lagi, terutama dari masyarakat sipil," kata dia.

Proses evakuasi jenazah Serka Sahlan ke Nabire, Intan Jaya, Papua, Jumat (18/9/2020).
Proses evakuasi jenazah Serka Sahlan ke Nabire, Intan Jaya, Papua, Jumat (18/9/2020). (Dok Humas Polres Intan Jaya)

Selain itu, respon saling klaim atas penembakan yang memakan korban jiwa justru mencerminkan pengarusutamaan HAM dan Human Security sangat minim dalam konflik Papua.

Dalam dua kasus penembakan pada Juli dan April tersebut, aparat selalu mengklaim para korban merupakan bagian dari pejuang kemerdekaan Papua.

Sementara berdasar keterangan pemerintah daerah dan pengakuan masyarakat setempat justru para korban merupakan masyarakat biasa yang tengah mencari ikan dan pengungsi Nduga yang menyelamatkan diri dari konflik berkepanjangan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat