androidvodic.com

Stafsus Edhy Prabowo Beri Pesan Khusus Buat Menteri Wahyu Sakti Trenggono, Ini Katanya - News

News, JAKARTA - Staf khusus eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Andreau Pribadi Misanta, diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tersangka kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur ini memiliki pesan buat Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru, Wahyu Sakti Trenggono.

"Untuk menteri baru KKP pengganti Pak Edhy Prabowo, tujuan kita adalah untuk nelayan dan intinya kita bekerja untuk nelayan, memajukan kelautan dan perikanan Indonesia," kata Andreau usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (23/12/2020).

Baca juga: Usai Dilantik Jokowi, Menteri Trenggono Ingin Langsung Tancap Gas

Terkait materi pemeriksaan, Andreau mengaku diperiksa sebagai saksi untuk mengusut adanya dugaan gratifikasi dalam kasus suap benur ini.

Sebagaimana diketahui, dalam perkara ini KPK baru menerapkan pasal suap.

"Saya cuma lanjutan pemeriksaan saksi terkait dugaan gratifikasi yang ada di KKP, mohon doanya teman-teman, mungkin di luar masih ada teman-teman yang terus mendoakan saya dan saya akan tetap mengikut prosesnya," ujar Andreau.

"Dan mudah-mudahan menjadi bagian perjalanan hidup saya dan pastinya teman-teman yang membantu saya melalui doa banyak di luar dan mungkin adapun juga teman-teman yang mungkin, ya kita melihat bagaimana perjalanan hidup," imbuhnya.

Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri, Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo. Salah satunya ialah untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, Amerika Serikat.

Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.

Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.

Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat