androidvodic.com

Anggota Komisi IX Minta Kemenkeu Lakukan Kajian Hadapi Berbagai Risiko Lembaga Pengelola Investasi  - News

Laporan Wartawan News, Vincentius Jyestha 

News, JAKARTA - Komisi XI DPR RI menggelar rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani membahas Lembaga Pengelola Investasi (Sovereign Wealth Fund atau SWF) yang telah resmi tercantum dalam Undang-undang Cipta Kerja.

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Anis Byarwati mengingatkan kepada Menkeu bahwa terdapat resiko yang dimiliki oleh negara penerima investasi yang tercermin dari munculnya kekhawatiran-kekhawatiran mengenai dampak politis yang kemungkinan muncul atau sengaja dibawa oleh negara investor SWFs. 

Kekhawatiran ini sendiri timbul dikarenakan dua hal. Antara lain pada kenyataannya dikontrol oleh entitas nasional dan bukan investor swasta dan jumlah entitas yang terlibat relatif kecil. 

Menurutnya dua hal tersebut kemudian menyebabkan timbulnya kekhawatiran penggunaan SWFs sebagai salah satu bentuk soft power, dimana SWFs merupakan strategi pengambilalihan dalam mengejar tujuan nasional di negara penerima investasi. Kekhawatiran ini semakin diperburuk dengan kurangnya transparansi dalam pengoperasian pengelolaan dana tesebut oleh negara investor. 

"Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN harus benar-benar siap menghadapi resiko bawaan berupa soft power dari investor SWF, yang akan dihadapi indonesia sebagai negara penerima investasi melalui LPI,” ujar Anis, dalam keterangannya, Selasa (26/1/2021). 

Baca juga: Pentingnya Kehadiran Lembaga Independen dalam RUU PDP, Ini Kata Komisioner KI Pusat

Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP PKS ini juga mengingatkan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN agar waspada mengenai beberapa isu negatif tentang SWF yang dikemukakan berbagai peneliti.

Isu negatif yang dimaksud seperti semakin besar dana yang mereka kelola akan semakin besar dampaknya pada pasar keuangan dunia. Adanya kepemilikan oleh pemerintah asing di perusahaan-perusahaan nasional membuat banyak orang mengkhawatirkan masalah keamanan nasional, karena motif investasi mereka seringkali dikhawatirkan memiliki tujuan politik yang terselubung serta transparansi laporan hasil kinerja mereka sangat buruk.

Selanjutnya, politisi senior PKS ini menyampaikan data bahwa berdasarkan laporan dan pernyataan dari OECD, terdapat resiko proteksionisme mengancam ekonomi dunia dan SWF. 

Sehingga dalam prakteknya baik dari sisi investor maupun investee, terdapat dua prinsip yang harus dipenuhi, yaitu prinsip non discrimination dan prinsip transparency. 

Baca juga: BEI: Indeks Sektoral IDX-IC Bantu Pengelolaan Dana Manajer Investasi

Jika hal tersebut dapat tercapai, kata dia, maka ekonomi internasional akan semakin terintegrasi dengan semakin berkembang dan intensnya arus modal internasional yang aman dan menguntungkan bagi semua pihak, baik pemilik maupun penerima modal.

"Sebagai ‘pemain baru’ dalam SWF, Indonesia perlu menyiapkan berbagai hal untuk memenuhi prinsip-prinsip tersebut, khususnya prinsip transparansi,” tegas Anis. 

Lebih lanjut, Anis menyampaikan bahwa berdasarkan karateristiknya, SWF memiliki ciri-ciri antara lain sovereign, high foreign currency exposure, no explicit liabilities, high risk tolerance dan long investment horizon.

“Kementerian Keuangan harus bisa menjelaskan kelima karakterisitk tersebut dengan SWF yang potensial akan diterima Indonesia,” katanya. 

“Kemenkeu juga harus memiliki kajian, dalam kurun waktu berapa lama SWF dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Disertai mitigasi resiko yang muncul dengan adanya SWF, sehingga Kemenkeu bisa merumuskan Langkah-langkah strategis penanggulangannya,” pungkas Anis.
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat