androidvodic.com

Soal Terbitnya Perpres Nomor 7 Tahun 2021, Kepala BNPT: Ancaman Terorisme Nyata Adanya - News

Laporan wartawan News, Lusius Genik

News, JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memprakarsai penerbitan Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme (RAN PE) tahun 2020-2024.

Regulasi tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Januari dan resmi diundangkan pada 7 Januari 2021.

Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar mengungkapkan, pembentukan Perpres RAN PE didasari semakin meningkatnya ancaman ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada aksi terorisme di Indonesia.

Baca juga: Kepala BNPT: Kita Tidak Ingin Ada Lagi Anak yang Menjadi Pelaku Bom Bunuh Diri

Kondisi ini, kata Boy, menciptakan situasi rawan yang mengancam hak atas rasa aman dan stabilitas keamanan nasional.

"Ancaman tindak kejahatan terorisme adalah ancaman yang nyata adanya di tengah masyarakat," ucap Boy secara daring, Jumat (5/2/2021).

Tindak kejahatan terorisme bisa terjadi di mana saja, siapa saja bisa menjadi korbannya dan bahkan bisa menjadikan masyarakat sebagai bagian dari tindak kejahatan ini.

Baca juga: Kepala BNPT: Perpres 7/2021 Kedepankan Langkah Pencegahan Tindakan Terorisme

Bila tidak waspada, masyarakat dapat masuk dalam pengaruh radikalisasi dan secara tidak sadar ikut aksi kejahatan terorisme.

"Alasannya dewasa ini terjadi proses radikalisasi yang dilakukan secara masif oleh kelompok-kelompok terorisme. Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi di skala global, dunia," jelas Boy Rafli.

Dampak dari proses radikalisasi masif ini telah nyata mendatangkan beberapa korban jiwa dari masyarakat Indonesia.

Menurut catatan BNPT, sudah hampir 2.000 masyarakat Indonesia berkaitan dengan kasus tindak pidana terorisme dalam waktu 20 tahun terakhir.

Baca juga: BNPT Akan Lakukan Program Deradikalisasi Terhadap Abu Bakar Baasyir

Selain itu, 1.250 masyarakat Indonesia telah pergi ke Irak dan Suriah mengikuti kelompok-kelompok terorisme.

"Dari jumlah yang pergi ke Irak dan Suriah itu, sebagian telah meninggal dunia akibat aksi bom bunuh diri, sebagian ditahan, sementara wanita dan anak-anak saat ini berada di kamp pengungsian," ungkap Boy Rafli.

Mereka semua yang pergi ke Irak dan Suriah terbujuk dengan apa yang ditawarkan dalam konten narasi radikalisasi oleh kelompok-kelompok terorisme.

Menurut Boy Rafli, ini merupakan bukti bahwa radikalisasi berhasil merubah alam pikiran seseorang.

Boy mengatakan, mereka yang telah terpengaruh akan melegalkan cara-cara kekerasan demi mencapai tujuan kelompok teroris yang diikuti.

"Mereka tidak lagi menghargai hukum, tidak menghargai kehidupan yang demokratis, tidak menghargai konstitusi, dan tidak menghargai nilai-nilai kemanusiaan," kata dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat