androidvodic.com

PPP Sebut Kebijakan Investasi Industri Miras Kebablasan - News

Laporan Wartawan News, Vincentius Jyestha

News, JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi salah satu partai politik yang tidak setuju dengan kebijakan investasi industri minuman keras (miras).

"Ketika PPP harus bersikap tidak setuju terhadap kebijakan pemerintah, ya kami katakan tidak setuju. Ketika ketidaksetujuan tersebut perlu dinyatakan terbuka, ya kami suarakan di ruang media," ujar Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani, kepada News, Senin (1/3/2021).

Diketahui, Pemerintah menetapkan industri minuman keras (miras) sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun ini. Sebelumnya, industri tersebut masuk kategori bidang usaha tertutup.

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Ilustrasi
Ilustrasi (Shutterstock)

Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.

Arsul mengatakan kebijakan yang diambil pemerintah ini adalah kebijakan yang kebablasan atau melewati batas.

"Kebijakan membuka investasi minuman keras yang tersurat juga berlaku untuk propinsi-propinsi lain selain Papua, NTT, Bali dan Sulut asal dengan persetujuan Gubernur adalah kebijakan kebablasan," ungkapnya.

Baca juga: Andre Rosiade akan Tanyakan Alasan Pemerintah Terbitkan Perpres Investasi Industri Miras

Baca juga: Perpres Investasi Industri Miras Diteken, Legislator PDIP: Semangatnya Kearifan Lokal

Untuk mengakomodasi kearifan lokal, Arsul menilai tidak perlu kebijakan tersebut dituangkan dalam peraturan pada level Perpres. Namun bisa melalui peraturan dibawahnya.

"Apalagi selama ini industri minuman dengan kandungan alkohol untuk keperluan 'kearifan lokal' juga sudah berjalan di sejumlah daerah," kata dia.

Wakil Ketua MPR itu lantas menyinggung bahwa pada level nasional, PT Multi Bintang yang memperoduksi Bir Bintang juga sudah ada bertahun-tahun tanpa harus melakukan 'liberalisasi' kebijakan investasi minuman keras.

"Jadi berapa sih pajak yang hendak diperoleh (dengan Perpres ini)? Berapa sih efek penyerapan tenaga kerjanya?" tanya Arsul.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat