androidvodic.com

Penyuap Juliari Batubara Klaim Dijebak Para Broker Bansos Covid-19 - News

Laporan wartawan News, Danang Triatmojo

News, JAKARTA - Direktur Utama PT Tigapilar Argo Utama Ardian Iskandar Maddanatja selaku terdakwa penyuap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, menyinggung para broker yang tak kunjung terseret dalam kasus pengurusan bansos Covid-19.

Broker bansos yang dimaksud Ardian adalah Nuzulia Hamzah Nasution, Helmi Rivai, dan Isro Budi Nauli Batubara.

Hal ini disampaikan Ardian dalam sidang kasus korupsi pengadaan bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/4/2021).

Baca juga: Penyuap Juliari Ungkap Tiga Sosok yang Disebut Sebagai Broker Bansos

"Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan seluruh media di Indonesia bersepakat menamakan mereka dengan sebutan 'Broker Bansos'," kata Ardian membaca pleidoinya.

Ia menyatakan pihak yang sejak awal berkomunikasi dengan para pejabat Kemensos adalah para broker bansos tersebut.

Mereka disebut merencanakan hingga mendapat Surat Penunjukkan Penyedia Barang dan Jasa (SPPBJ) dan Surat Pesanan (SP) dari Kemensos.

Baca juga: Penyuap Juliari Akui Ditagih Fee Pengadaan Bansos Covid-19 Sejak April 2020

Semua proses itu kata Ardian, tanpa melibatkan dirinya.

"Broker Bansos lah otak yang merencanakan sampai dengan mendapatkan Surat Penunjukkan Penyedia Barang dan Jasa dan Surat Pesanan dari Kemensos RI, tanpa melibatkan saya sama sekali," katanya.

Ia mengaku seakan dijebak oleh para broker bansos lantaran SPPBJ dan SP yang telah terbit ternyata atas nama perusahaannya.

Sesuai isi surat tersebut, perusahaannya bertanggung jawab menyiapkan bahan sembako sesuai spesifikasi, dan berkoordinasi dengan perusahaan logistik yang ditunjuk Kemensos untuk mendistribusikannya.

Baca juga: Sosok Ihsan Yunus Tak Ada Dalam Dakwaan Juliari Batubara, Ini Jawaban KPK

Para broker bansos tersebut meminta dirinya menyerahkan 2 kali uang fee kepada yang bersangkutan. Ia mengaku salah menyerahkan fee tersebut. Namun karena demi menyelamatkan tagihan perusahaan, ia menyanggupi.

"Saya merasa dijebak dan terseret masuk pusaran tindak pidana korupsi sehingga saat itu juga saya memutuskan untuk stop mengerjakan Paket Bansos walaupun SPPBJ dan SP untuk Tahap Komunitas sudah terlanjur terbit sebesar 40.000 paket," tuturnya.

Diketahui dalam perkara ini, jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Ardian Iskandar Maddanatja dengan hukuman penjara 4 tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat