androidvodic.com

Rapat dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Lamhot Sinaga: Krakatau Steel Perlu Diinvestigasi - News

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga menyoroti besarnya kebutuhan baja nasional menjadi alasan untuk perlunya mendorong perbaikan industri hulu baja.

Pasalnya, industri hilir cenderung lajunya lebih cepat dari hulunya.

Hal itu disampaikan Lamhot Sinaga dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM dan Dirjen ILMATE Kemenperin pada, Selasa (28/9/2021).

"Agar pertumbuhan komsumsi domestik dapat mendorong peningkatan produksi dan utilisasi kapasitas maka upaya pengendalian impor dan peningkatan daya saing perlu untuk terus dilakukan," kata Lamhot.

Lamhot pun menyoroti industri besi baja terpadu yaitu Krakatau Steel (KS) yang masih memiliki ketergantungan impor bijih besi sebagai bahan baku produksi.

Baca juga: Disinggung Menteri BUMN Ada Dugaan Korupsi, Krakatau Steel: Jadi Perhatian Manajemen

Padahal, lanjut Lamhot, pada tahun 2008 Krakatau Steel telah membangun industri pengolahan bijih besi di Kalimatan Selatan.

Industri ini tadinya akan memproses bijih besi menjadi baja kasar dan besi spons.

Sedangkan untuk peleburannya akan dilakukan di pabrik Krakatau Steel, Cilegon dan diharapkan bisa menjadi industri baja terpadu yang dapat memproduksi baja dari hulu sampai hilir.

"Namun disayangkan pabrik besi baja tersebut mangkrak sampai sekarang, padahal investasinya sangat luar biasa besar," ucap Lamhot.

Berdasarkan data BPS 2020 bahwa tahun 2020 konsumsi baja untuk  penggunaan konstruksi masih  tumbuh terdorong oleh  percepatan infrastruktur tahun 2020, konsumsi baja untuk penggunaan umum dan manufaktur memang menurun sebagai dampak dari pandemi Covid-19.

Konsumsi Produk Baja dipengaruhi oleh Pertumbuhan Sektor Ekonomi dan Kebijakan Pemerintah.

Konsumsi baja nasional tahun 2020 telah terkontraksi 5,3% menjadi 15,1 juta ton.

Dengan asumsi pertumbuhan  ekonomi di tahun 2021 mencapai 5% dan terjadi pemulihan sektor-sektor ekonomi khususnya di sektor konstruksi, infrastruktur dan otomotif, maka konsumsi baja nasional di tahun 2021 diproyeksikan dapat tumbuh sekitar 4.0%  menjadi 15,7 juta ton.

Namun Lamhot mengatakan adanya brutal fact bahwa Krakatau Steel (KS) puluhan tahun mengimport bijih besi, sehingga tidak kompetitif dalam produknya.

"Kita tahu bahwa produksi bijih besi di Kalimantan Selatan tidak jalan sampai saat ini, logika saya, tidak mungkin dong KS membangun produksi bijih besi kalau gradenya tidak masuk spek. Kalaupun grade nya tidak masuk harusnya memanfaatkan teknologi apalagi dengan nilai investasi yang sangat besar, tetapi kok masih mangkrak, saya mendorong dilakukan investigasi," ucap Lamhot.

Lamhot mempertanyakan keberlanjutan industri bijih besi yang di Kalimantan Selatan.

Dia menyarankan hal itu tidak boleh dibiarkan, bahkan jika perlu diadakan investigasi terhadap masalah tersebut.

"Ada apa di balik kecenderungan KS untuk melakukan impor lagi dan impor lagi malah meminta perlindungan terhadap impor HRC dengan biaya masuk anti dumping (BMAD)s, padahal Indonesia memilki kandungan bijih besi yang sangat besar. Mata rantai ini harus dibenahi, karena semakin kuat industri baja suatu negara, maka negara tersebut akan semakin kuat," tandas Lamhot.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat