androidvodic.com

Nawawi Pomolango: Omongan Firli Bahuri Soal Presidential Threshold Bukan Hasil Kajian KPK - News

Laporan Wartawan News, Ilham Rian Pratama

News, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango menyebut pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri soal presidential threshold merupakan pendapat pribadi.

Pernyataan Firli Bahuri disebut tidak mewakili KPK secara kelembagaan.

"Omongan Pak Firli itu merupakan pendapat atau argumen yang bersangkutan pribadi, bukan merupakan hasil kajian kelembagaan KPK," kata Nawawi dalam keterangannya, Rabu (15/12/2021).

Kendati demikian, Nawawi menghormati pernyataan Firli Bahuri terkait presidential threshold.

Karena hal itu merupakan hak berpendapat setiap warga negara.

Akan tetapi, di sisi lain Nawawi menyarankan, harusnya hal yang lebih tepat untuk dibahas yakni soal isu pemberantasan korupsi.

Baca juga: Ketua KPK Sebut Presidential Threshold 0 Persen untuk Hilangkan Bohir dan Balas Budi Politik

Karena hal itu menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) KPK, bukan terkait presidential threshold.

"Bagi saya sendiri, mungkin yang lebih 'pas' ditelaah dan bersinggungan dengan issue pemberantasan korupsi yang memang menjadi tupoksi KPK, bukan soal 'presidential threshold', tapi kepada sistem penyelenggaraan pemilu--pilkada, pilpres, dan pileg yang berbiaya tinggi dan senyatanya menjadi sumber potensi perilaku korup," kata dia.

"Materi yang ini yang mungkin KPK bisa ikut berperan melakukan kajian-kajian dan selanjutnya merekomendasikan kajian tersebut kepada Pemerintah dan DPR," imbuh Nawawi.

Baca juga: Masinton Pasaribu: Ketua KPK Firli Bahuri Offside karena Bicara Presidential Threshold

Sebelumnya, Firli Bahuri menyinggung soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang tengah ramai menjadi perbincangan.

Diketahui, ada sejumlah pihak yang tengah menggugat ambang batas ini kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal itu dia singgung Firli Bahuri saat memberikan materi di acara Silatnas dan Bimtek anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia Partai Perindo yang digelar di Jakarta Concert Hall, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (10/12/2021) lalu.

"Sekarang orang masih heboh dengan apa itu pak, parliamentary threshold, president threshold. Seharusnya kita berpikir sekarang bukan 20 persen, bukan 15 persen. Tapi 0 persen dan 0 rupiah. Itu pak kalau kita ingin mengentaskan korupsi," kata Firli.

Baca juga: Jika Ada Dugaan Suap Kasus Karantina Rachel Vennya, MAKI Minta Saber Pungli Koordinasi KPK

Menurut Firli, dengan presidential threshold 0 persen dan 0 rupiah, tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi.

Sebab, biaya politik tinggi menyebabkan adanya politik transaksional.

Padahal, di era reformasi yang sudah bertransformasi ini, keterbukaan merupakan ruh daripada demokrasi di Indonesia.

Dengan keterbukaan, kata Firli, seharusnya tidak ada lagi celah untuk korupsi ataupun transaksional di ruang gelap yang kelam dan saat malam gelap gulita.

"Maknanya apa? Maknanya kita setelah tertutup seharusnya semuanya transparan, semuanya akuntabel, semuanya bisa dipertanggungjawabkan. Tidak perlu adanya politik yang mahal, tidak perlu," katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat