androidvodic.com

Polri Uji Balistik Cari Pelaku Penembakan Pendemo Tolak Tambang Emas di Sulteng - News

News, JAKARTA - Kepolisian RI bakal segera melakukan uji balistik mencari pelaku penembakan Erfaldi (21) yang juga pendemo tolak tambang emas PT Trio Kencana di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah pada Sabtu (12/2/2022).

Diketahui, korban diduga tewas tertembak saat ada pembubaran massa unjuk rasa dari pihak kepolisian.

Nantinya, tujuan uji balistik untuk mengetahui pelaku penembakan Erfaldi.

"Dugaan sementara adalah luka tembak, ini nanti akan dibuktikan tim labfor, akan diuji balistik beberapa senjata yang nanti akan disampaikan Kapolda, sudah  diamankan, nanti akan diuji balistik siapa pelakunya pasti akan teridentifikasi," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (14/2/2022).

Dedi menuturkan pihaknya akan melakukan pembuktian secara ilmiah untuk mengetahui kematian Erfaldi.

Termasuk dengan mencari barang bukti dan fakta baru di Tempat Kejadian Perkara (TKP).

"Pembuktian secara ilmiah ini yang nanti akan disampaikan ke masyarakat. Kita tidak boleh berandai andai. Polisi juga dalam hal melakukan penegakan hukum secara internal juga tidak berandai-andai, semua sesuai fakta dan bukti hukum yang ditemukan di TKP dan proses pembuktiannya juga harus secara ilmiah," jelas Dedi.

Baca juga: ART Minta Kapolri Usut Pelaku Penembakan Warga di Parigi Moutong

Lebih lanjut, Dedi menuturkan pihaknya berjanji bakal menindak tegas terhadap siapa pun anggotanya yang dianggap bersalah dalam kasus pendemo tolak tambang yang ditemukan dalam kondisi tewas tertembak di Sulawesi Tengah.

"Apabila hasilnya sudah ada nanti akan dibuktikan oleh Kapolda Sulteng langsung (umumkan). Siapapun anggota yang bersalah sekali lagi komitmen kami akan kami tindak tegas," pungkas Dedi.

Sebagai informasi, pada Sabtu (12/2/2022), Amnesty Internasional Indonesia menerima laporan, terdapat sekitar 700 orang dari Kecamatan Kasimbar, Kecamatan Tinombo Selatan, dan Kecamatan Toribulu melakukan unjuk rasa.

Di mana dalam aksinya itu, ratusan masa aksi melakukan blokade jalan Trans Sulawesi dalam rangka mengekspresikan penolakan mereka terhadap tambang emas yang beroperasi di daerah tersebut.

Menurut informasi yang diterima Amnesty, pada sekitar pukul 20.30 waktu setempat, anggota Brimob diturunkan ke lokasi untuk membubarkan massa aksi.

Selanjutnya, pada sekitar pukul 24.00, polisi menembakkan gas air mata dan terjadi aksi saling lempar antara massa dan polisi.

Ironisnya pada sekitar pukul 01.30, seorang warga Kecamatan Tinombolo Selatan tertembak di dada dan akhirnya meninggal dunia.

Padahal menurut Amnesty, aksi dari masyarakat itu dijamin oleh undang-undang, di mana ada hak atas kebebasan berkumpul dan berekspresi sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, serta Pasal 24 ayat (1) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Bahkan, pada Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) sekalipun secara eksplisit menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19 dan hak untuk berkumpul secara damai, sebagaimana diatur dalam Pasal 21. Beleid itu mengikat seluruh negara termasuk Indonesia.

Tak hanya itu, ada juga aturan yang memuat terkait dengan penggunaan senjata api untuk anggota kepolisian.

Di mana, penggunaan senjata api secara berlebihan telah tidak sesuai dengan ketentuan pada Pasal 3 Peraturan Kapolri No. 1/2009 tentang Pengunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian serta Pasal 9 dan Pasal 11 Peraturan Kapolri No. 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat