androidvodic.com

Ancaman PHK Akibat Perubahan Iklim dan Transisi Energi, Pekerjaan Hijau Bisa Jadi Solusi - News

News, JAKARTA - Tren pemutusan hubungan kerja (PHK) belakangan ini menjadi isu hangat di berbagai media dan meresahkan para pencari kerja, terutama angkatan muda

Ada lagi isu bahwa ke depannya akan ada banyak lapangan kerja yang hilang. Lalu, bagaimana nasib anak muda Indonesia jika lapangan pekerjaan semakin berkurang dan kompetisi kian tinggi? Karena ini sama artinya dengan meningkatnya pengangguran dan penduduk miskin baru.

Sebagai gambaran, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam 10 tahun terakhir (2010-2019) sebesar 5,4 persen hingga akhirnya pandemi Covid-19 menyebabkan turun hingga menyentuh -2,07 % pada tahun 2020. 

Tentu saja ini berdampak besar karena terdapat 1,12 juta penduduk miskin baru per Maret 2021 dibandingkan September 2019 (Smeru, 2021) dan 1,8 juta pengangguran baru per Februari 2021 dibandingkan Februari 2020 (BPS, 2021).

Laporan Statistik Pemuda Indonesia 2019 dari BPS menyampaikan bahwa Indonesia berpotensi menikmati manfaat bonus demografi selama tahun 2020 hingga 2035. Artinya, mayoritas populasi
usia produktif Indonesia akan mencapai 70 % dan akan membutuhkan banyak lapangan pekerjaan agar angka pengangguran dan penduduk miskin baru tidak bertambah. 

Baca juga: 2030 Indonesia Bakal Mengalami Bonus Demografi, Angkatan Kerja Produktif Akan Mencapai 64 Persen

Kedua, tantangan lainnya adalah bonus demografi hanya dapat diraih bila Indonesia mampu meningkatkan daya saing atau keunggulan kompetitif dari populasi usia produktifnya dengan peluang meraih pendidikan tinggi dan akses mendapatkan pekerjaan berkualitas baik. 

Kalau tantangan ini tidak direbut maka lonjakan penduduk usia produktif justru akan membuat ekonomi Indonesia berjalan di tempat, bahkan terjebak middle income trap. Pendapatan per kapita sulit diangkat dan Indonesia tidak dapat naik ke kategori high income country.

Peneliti Koaksi Indonesia, Siti Koiromah mengatakan sejak pandemi Covid-19, dunia sebenarnya sedang bertransformasi menuju ekonomi hijau yang berbasis pada energi bersih dan berkelanjutan. Industri yang mendukung ekonomi hijau akan berkembang dan membutuhkan sumber daya manusia yang besar. 

Menjadi penting bagi Indonesia untuk masuk ke dalam gelombang transformasi tersebut melalui transisi energi dan mulai membangun ekosistem Green Jobs yang akan memperkuat populasi usia produktif.

“Sebenarnya istilah Green Jobs bukan hal baru. ILO mendefinisikan Green Jobs sebagai pekerjaan yang layak dan berkontribusi melestarikan atau memulihkan lingkungan, yang dapat berasal dari sektor tradisional seperti manufaktur dan konstruksi, maupun sektor yang baru seperti energi terbarukan dan efisiensi energi," ujar Siti dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Sabtu (25/6/2022).

Dari perspektif Koaksi Indonesia, kata Siti strategi pemulihan ekonomi hijau merupakan strategi terbaik dalam menyelesaikan krisis pandemi Covid-19. Indonesia memiliki peluang Green Jobs yang besar di berbagai sektor. 

Pemerintah Indonesia telah memproyeksikan jumlah Green Jobs hingga tahun 2045 mencapai 15 juta dalam skema Low Carbon Development Indonesia.

Baca juga: Tekanan Inflasi Picu Gelombang PHK Massal Ratusan Karyawan Startup di Asia Tenggara

Siti menjelaskan berbasis Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Koaksi Indonesia menghitung bahwa akan tercipta 432 ribu tenaga kerja langsung akan pada 2030 dan lebih dari 1,12 juta pada
2050. 

Angka tersebut belum termasuk tenaga kerja tidak langsung dan terinduksi. Lalu, dari target dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 - 2030, 51,6 % energi terbarukan
setara 20,9 GW menciptakan lebih dari 140 ribu tenaga kerja sedangkan 48,4 % energi fosil setara 19,6 GW menciptakan 10 ribu tenaga kerja. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat