androidvodic.com

Ibu hamil dan Balita Rentan Terpapar BPA, Komnas PA: Industri Wajib Hukumnya Membuat Peringatan BPA - News

News - Memanfaatkan momentum Hari Gizi Nasional yang dirayakan pada 25 Januari 2023 lalu, Komnas Perlindungan Anak (PA) kembali mendorong pemerintah untuk segera menindaklanjuti kebijakan pelabelan kemasan galon BPA. Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengaku sudah menulis surat terbuka kepada Presiden agar peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang label pangan olahan agar segera ditandatangani.

Menurutnya, kebijakan pelabelan galon bekas ini sudah tidak bisa terus ditunda karena menyangkut kesehatan masyarakat, termasuk ibu hamil dan balita yang sangat rentan terhadap paparan bahaya senyawa kimia BPA.

“Semua pakar kesehatan dunia yang telah melakukan riset sepakat bahwa BPA sangat berbahaya bagi usia rentan, yaitu bayi, balita, dan janin pada ibu hamil. Bahkan BPA dinyatakan sebagai polusi yang tak terlihat,” ujar Arist

Menurut Arist, Komnas PA terus mengawasi kemasan mengandung BPA yang merupakan salah satu bentuk kekerasan yang tak bisa dilihat, dalam bentuk merampas kesehatan anak.

Para pelaku usaha dan beberapa pihak terkait sepertinya lebih memilih kepentingan industri dan membiarkan kekerasan tak terlihat ini terus terjadi. Pembiaran ini dilakukan dengan cara, “Dibiarkannya anak-anak, bayi, balita dan janin terus mengonsumsi makanan dan minuman dari wadah atau kemasan yang mengandung BPA,” kata Arist dalam Diskusi Publik ‘Bebaskan Anak-anak Indonesia dari Kemasan BPA yang Berbahaya’, di Jakarta (26/1).

Menurut Arist, senyawa BPA tersebut banyak ditemukan di berbagai kemasan yang selama ini digunakan sehari-hari. Utamanya kemasan untuk menyeduh air susu dan wadah yang terbuat dari plastik, seperti galon bekas pakai yang oleh industri AMDK terus digunakan berulang-ulang untuk kemudian dijual lagi ke konsumen.

“Saya kira industri wajib hukumnya membuat peringatan itu (BPA),” kata Arist.

Arist  menyayangkan beberapa kemasan plastik  seperti galon bekas pakai yang belum mencantumkan label peringatan bahaya BPA.

“Saya lihat iklan yang ada saat ini  tidak menyebutkan bahwa kemasannya sudah bebas dari BPA, padahal itu wajib hukumnya oleh industri. Kalau tidak ada iklan seperti itu, maka labelnya (peringatan BPA) harus ada di dalam kemasan plastik,” katanya.

Arist mengatakan, kemasan yang tidak dilabeli peringatan bahaya BPA dan dikonsumsi oleh anak-anak dan ibu-ibu, pastinya berbahaya. Itu sebabnya,  dibutuhkan regulasi yang dapat mengatur label BPA pada pangan.

“Wajib hukumnya industri menggunakan label. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Perka BPOM) No 31 Tahun 2018 sudah disusun dengan persetujuan DPR, dan sudah diserahkan ke Setneg untuk mendapatkan persetujuan Presiden,” kata Arist. “Perka itu lahir sebagai regulasi untuk melindungi para ibu dan anak-anak dari bahaya BPA.”

Sebagai informasi, secara global plastik BPA diregulasi sangat ketat dan dilarang di banyak negara maju. Uni Eropa sudah melarang penggunaan BPA sejak 2011, Kanada melarang kemasan BPA untuk anak dan orang dewasa (2017), negara bagian di Amerika Serikat juga sudah mengeluarkan larangan BPA untuk kemasan seperti California (2015), Connecticut (2014), Illinois (2014), Maryland (2014), Massachusetts (2014), Minnesota (2014), New York (2014), Washington (2014), termasuk juga Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan Malaysia.

Indonesia disarankan untuk melihat tindakan sigap negara lain untuk melindungi warganya. “Jepang sudah meninggalkan plastik BPA dan beralih 100 persen ke plastik PET untuk kebutuhan kemasan di negeri itu,’ kata Prof. Mochamad Chalid,  pengajar dan peneliti pada Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, belum lama ini. 

Chalid yang baru saja mengikuti workshop di Tokyo, Jepang, tentang penggunaan plastik berbahan polyethylene terephthalate (PET) mengungkapkan bahwa plastik PET dikenal relatif aman digunakan sebagai kemasan botol air minum.

Sebaliknya untuk kemasan galon, market leader industri AMDK yang dikuasai investasi asing  masih mempertahankan dominasi pasar, dengan  tetap menggunakan galon bekas pakai yang mengandung BPA. Hal inilah yang terus menjadi persoalan, karena kepentingan investasi asing jadi tampak lebih dominan, ketimbang kepentingan kesehatan masyarakat dan generasi Indonesia ke depan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat