androidvodic.com

Bedah Konstruksi PP 28/2022, Pakar dan Praktisi Jabarkan Plus Minus Aturan Soal APBN - News

Hasiolan EP/News

News, JAKARTA - Kemonceran Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama memimpin Indonesia dua periode tak bisa dibantah.

Setidaknya hal itu terlihat dari indeks kepercayaan publik terhadap kinerja Jokowi yang dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencapai 81,9 persen. Survei itu menyasar 83 persen dari total populasi nasional pada periode 1-8 Juli 2023.

Namun, kemonceran Jokowi dinilai masih menyisakan sejumlah persoalan, seperti dalam aspek hukum.

Penegakan hukum di masa pemerintahan Jokowi dinilai belum begitu memuaskan.

Demikian salah satu poin diskusi bertema 'Memperteguh Komitmen Penegakan Hukum di Indonesia' yang digelar di Warung Makan Countryside Banyuanyar, Solo.

Diskusi yang digelar pada Kamis (10/8/2023) sore itu membedah konstruksi Peraturan Presiden (PP) Nomor 28 Tahun 2022 yang mengatur soal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari aspek hukum dan kebijakan publik.

Tampil sebagai narasumber diskusi, Dosen Hukum Tata Negara yang juga Direktur LKBH Fakultas Hukum (FH) UNS, Agus Riewanto, serta Dosen FISIP Unisri Solo, Farco Siswiyanto Raharjo.

Menurut Agus, Indonesia sebagai negara Hukum masih dibayang-bayangi kekuatan para pemilik modal.

“Lahirnya PP Nomor 28 Tahun 2022 adalah wujud dari keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan kapitalistik. Oleh karena itu PP Nomor 28 Tahun 2022 bisa diajukan uji materi untuk mengetahui keabsahan pembentukannya,” terang dia.

Sedangkan itu Farco Siswiyanto Raharjo menilai PP Nomor 28 Tahun 2022 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.

Seharusnya, menurut dia, penerbitan PP tersebut melibatkan berbagai instansi terkait dengan memperhatikan akuntabilitas, profesional, integritas, dan rekam jejak para pembuat kebijakan.

“PP Nomor 28 Tahun 2022 dari aspek kebijakan publik sangat condong pada kepentingan investasi dan pengusaha ketimbang nilai keadilan yang hakiki,” ujar Farco.

Dalam diskusi dibahas beberapa pasal dalam PP itu yang dinilai bertentangan dengan UU.

Seperti Pasal 1 tentang pihak yang memperoleh hak dan kualifikasi penanggung utang, dinilai bertentangan dengan UU No 49 Prp 1960 tentang PUPN, KUH Perdata dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: APBN hingga Juli 2023 Surplus Rp 153,5 Triliun

Selain itu Pasal 38 Ayat (1) tentang Pengalihan Hak Secara Paksa dinilai bertentangan dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM serta UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Juga Pasal 77 tentang upaya hukum dinilai “kontra” dengan UU Nomor 39/1999 tentang HAM.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat