androidvodic.com

Yusril Sebut Tuduhan 'Mahkamah Keluarga' Tak Terbukti, Posisi MK Sebagai Penjaga Konstitusi - News

Laporan Wartawan News, Fransiskus Adhiyuda

News, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan menolak permohonan PSI untuk menurunkan batas usia capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun. 

MK berpendapat seluruh dalil-dalil permohonan yang diajukan Pemohon tidak beralasan hukum, karena itu tegas menolak permohonan tersebut.

Putusan MK memang tidak bulat. Dua dari sembilan hakim MK, yakni Suhartoyo dan M. Guntur Hamzah, mempunyai pendapat yang berbeda.

Baca juga: Respons Gibran soal Putusan MK Tolak Batas Usia Capres-Cawapres 35 Tahun: Ya Ndak Papa

Di mana, Suhartoyo berpendapat Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau 'legal standing' sehingga MK seharusnya menyatakan tidak berwenang memeriksa pokok perkara. 

Sementara M. Guntur Hamzah berpendapat bahwa permohonan seharusnya dikabulkan sebagian sebagai 'inkonstitusional bersyarat' yakni, calon presiden dan wakil presiden dikabulkan berusia 35 tahun dengan syarat pernah menjadi pejabat negara yang dipilih secara langsung oleh rakyat, termasuk kepala daerah.

Sementara, Ketua MK Anwar Usman, yang merupakan ipar Presiden Joko Widodo dan paman dari Gibran Rakabuming Raka yang diduga berkepentingan dengan permohonan, nampaknya ternyata sependapat dengan mayoritas hakim MK.

Baca juga: Di Luar Sidang Putusan soal Batas Usia Capres-Cawapres, Massa Gelar Aksi depan Gedung MK

Atau mungkin juga Anwar tidak ikut memeriksa dan memutus permohonan, karena disebutkan putusan diambil oleh delapan hakim Konstitusi yang dipimpin Saldi Isra. Anwar mungkin hanya memimpin sidang pembacaan Putusan.

Merespons soal putusan itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra mengatakan, bahwa dugaan Anwar Usman, Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming dan Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep sebagai Pemohon akan menjadikan MK sebagai 'Mahkamah Keluarga' ternyata tidak terbukti. 

"Dengan Putusan ini, MK dapat memosisikan diri sebagai penjaga konstitusi dan tidak mudah diintervensi oleh siapa pun juga," kata Yusril dalam keterangannya, Senin (16/10/2023).

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak mengabulkan gugatan batas usia capres cawapres menjadi 35 tahun. Mulanya, UU Pemilu mensyaratkan usia minimal capres cawapres berusia 40 tahun.

"Amar putusan, mengadili menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya" kata Ketua MK Anwar Usman dalam ruang sidang MK, Jakarta Senin (16/10/2023).

Baca juga: MK Tolak Uji Batas Usia Capres-Cawapres, Begini Respons Golkar

Salah satu pertimbangannya, MK menyatakan pengaturan persyaratan usia minimal capres cawapres, original intent terhadap Pasal 6 ayat (2) UUD 1994 serta putusan-putusan MK terkait dengan batas usia jabatan publik.

"Persyaratan batas minimal usia calon presiden dan calon wakil presiden merupakan pilihan kebijakan pembentuk undang-undang yang terbuka kemungkinan untuk disesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan usia calon presiden dan calon wakil presiden," ujar Hakim Saldi Isra saat membaca pertimbangan.

Bagi MK, lanjut Saldi Isra, yang penting penentuan batas minimal usia capres cawapres tidak boleh menimbulkan kerugian hak konstitusional warga negara yang dalam penalaran wajar potensial diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebagai capres atau cawapres. 

Sebagaimana diketahui, sejumlah penggugat mengajukan uji materil terhadap Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017. Salah satu penggugat ialah Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang meminta usia capres/cawapres minimal 35 tahun.

Pasal yang digugat yaitu Pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang berbunyi:

Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun;

"Menyatakan bahwa Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 35 tahun," demikian petitum pemohon.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat