androidvodic.com

Sidang Soal Ambang Batas Parlemen, Pihak Presiden: Itu Open Legal Policy - News

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

News, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian aturan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.

Sidang beragendakan mendengar keterangan Presiden atau pemerintah, digelar di ruang sidang pleno gedung MK RI, Jakarta Pusat.

Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri Kemendagri selaku kuasa Presiden, Yusharto Huntoyungo, mengatakan ambang batas parlemen 4 persen merupakan open legal policy.

"Pengaturan partai politik harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR merupakan kebijakan hukum atau legal policy pembentuk UU dan tidak bertentangan dengan UUD 1945," ucap Yusharto, dalam persidangan, pada Senin (20/11/2023).

"Dengan demikian, ketentuan pasal 414 ayat 1 UU 7/2017 merupakan open legal policy pembentuk UU," sambungnya.

Dalam petitum, Yusharto meminta Mahkamah menerima keterangan Presiden secara keseluruhan.

Selain itu, ia juga meminta, Mahkamah menyatakan Pasal 414 Ayat 1 UU 7 Tahun 2017 tidak bertentangan dengan UUD 1945.

"Menyatakan pasal 414 ayat 1 UU 7/2017 tentang pemilu tidak bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan tetqp mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Yusharto.

"Namun apabila Yang Mulia Ketua dan Majelis Hakim MK berpendapat lain, mohon kiranya dapat memberikan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya."

Perkara Nomor 116/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Pemohon mempersoalkan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang menyatakan, “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen (empat persen) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR”.

Dalam persidangan, pada Selasa (17/10/2023) lalu, Fadli Ramadanil selaku kuasa Pemohon mengatakan telah memperbaiki permohonan sebagaimana nasihat yang disampaikan oleh Majelis Hakim pada persidangan.

“Fokus pada permintaan untuk menghilangkan pemberlakuan ambang batas yang berlaku secara berjenjang di semua level pemilu legislatif. Sementara dalam permohonan kami ini, yang kami minta bukan meminta menghilangkan ambang batas parlemen atau parlementary threshold, tapi bagaimana merumuskan parlementary threshold ini dengan pendekatan yang memastikan tidak adanya suara pemilih terbuang dalam jumlah yang banyak dan kemudian memastikan perumusan ambang batas parlemen itu dilakukan dengan basis akademik yang jelas dan bisa diverifikasi Yang Mulia,” jelas Fadli, dikutip dari situs resmi MK RI, pada Senin (20/11/2023).

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat