androidvodic.com

Kejagung Ungkap Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan Timah di Bangka Belitung - News

Laporan Wartawan News Rahmat W Nugraha 

News, JAKARTA - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana mengungkapkan dampak lingkungan pertambangan PT Timah di Bangka Belitung setara dua kali lipat luas Jakarta.

Ketut menjelaskan bahwa dampak tersebut berdasarkan tinjauan lewat satelit.

Baca juga: Saat Kerugian Negara akibat Korupsi Timah Jauh Lebih Besar Ketimbang Dana Bansos 2024

"Kita sudah menggunakan satelit. Ada foto satelit, ada video satelitnya. Bahkan saya sering bicara bahwa kerusakan lingkungan yang ada di sana (Bangka Belitung) itu dua kali lipat dari Jakarta," kata Ketut kepada Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Kejaksaan Agung Jakarta pada Rabu (3/4/2024).

Dikatakan Ketut bahwa pantauan kerusakan lewat satelit itu juga untuk memetakan kerusakan secara sosial serta ekonomi.

Kemudian dijelaskannya rehabilitasi lingkungan di Bangka Belitung akibat penambangan PT Timah memerlukan waktu hingga 100 tahun.

Baca juga: Luhut soal Korupsi Rp 271 T Suami Sandra Dewi hingga Rencana Digitalisasi Tata Kelola Timah

"Karena itu bicara mengenai index generation. Kalau bicara menggunakan rehabilitasi lingkungan nggak bisa satu tahun, lima tahun nggak bisa. Itu bisa 100 tahun," jelasnya.

Artinya kata Ketut sampai lahan-lahan yang terdampak itu bisa dimanfaatkan lagi, ditempati oleh manusia, habitat lain, serta makhluk hidup semuanya.

Ketut juga menjelaskan kasus PT Timah yang ditaksir merugikan negara hingga Rp 271 triliun itu. Taksiran itu melibatkan banyak ahli.

"Banyak ahli yang kita libatkan dalam rangka menghitung ini. Jadi nggak ujug-ujug jaksa bisa menghitung sendiri. Nggak. Penyidik nggak bisa, tapi mereka melibatkan semua ahli, ahli berkesimpulan bahwa kerugian negara ini Rp 271 triliun," tegasnya.

Baca juga: Daftar Perusahaan Penghasil Uang Harvey Moeis, Suami Sandra Dewi yang Kini Tersangka Korupsi Timah

16 Tersangka

Sebagai informasi, dalam perkara dugaan korupsi tata niaga timah ini tim penyidik telah menetapkan 16 tersangka, termasuk perkara pokok dan obstruction of justice (OOJ) alias perintangan penyidikan.

Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya, terdapat penyelenggara negara, yakni: M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.

Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, BY; Direktur Utama CV VIP, HT alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) berinisial RI; SG alias AW selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Li; dan perwakilan PT RBT, Harvey Moeis.

Sedangkan dalam OOJ, Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.

Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.

Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.

"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).

Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat