androidvodic.com

Ketua Bidang Hukum PB HMI Sebut MKMK Mengkebiri Hak Konstitusi Anwar Usman - News

News, JAKARTA - Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang kembali menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada hakim MK Anwar Usman menuai komentar dari Ketua Bidang Hukum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Rifyan Ridwan Saleh.

Rifyan yang juga merupakan seorang praktisi hukum tersebut menilai bahwa putusan MKMK pada Perkara Nomor 01/MKMK/L/003/2024, Perkara Nomor 02/MKMK/L/003/2024 dan Perkara Nomor 05/MKMK/L/003/2024 tidak memperhatikan hak konstitusional seorang warga negara.

Sebab dalam putusan tersebut, Anwar Usman sebagai warga negara yang merasa dirugikan dan memiliki hak kontitusional untuk mengajukan gugatan ke PTUN justru dianggap 'mengamini' dan/atau membuka fakta yang memperkuat penilaian MKMK kepada terlapor Anwar Usman yang tidak dapat menerima Putusan Majelis Kehormatan Nomor 02/MKMK/L/2023 sebagai perbuatan yang melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.

Menurut Rifyan majelis kehormatan dalam putusan tersebut seolah-olah membungkam Anwar Usman. Anwar Usman menjadi korban dari MKMK.

Baca juga: Anwar Usman Kembali Diputus Langgar Etik, Pakar Hukum Ungkap Perbedaan Objek Hukum

Demikian juga dengan pengajuan gugatannya pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Pengangkatan Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2023–2028 tanggal 9 November 2023.

"Saya sudah sepuluh tahun belajar hukum, saya juga mengagumi buku-karya Pak Jimly majelis. Tetapi pada perkara ini saya kecewa dengan beliau. Saya menilai beliau sudah tidak lagi objektif, seperti sedang memainkan peran yang menumbalkan Pak Anwar Usman. Sebab MKMK tidak berhak membatasi hak konstitusional seorang warga negara untuk membela dirinya melalui jalur hukum yang sah secara konstitusional yakni melalui pengadilan," jelas Rifyan, Sabtu (6/4/2024).

Menurut dia negara memberikan jaminan atas hak hukum setiap warga negara seperti pengajuan gugatan di pengadilan untuk menjamin hak atas akses dalam mendapatkan keadilannya.

"Bagaimana bisa majelis kehormatan menjadikan alasan pengajuan gugatan ke pengadilan oleh Anwar Usman sebagai dasar menyatakan seseorang melakukan pelanggatan etik, sementara upaya yang dilakukan oleh Anwar Usman adalah hak yang sesuai dengan Pasal 28 D ayat 1 UUD 1945," ujarnya.

Rifyan juga menambahkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sebagai negara hukum maka tujuan hukum seperti manfaat, keadilan dan kepastian hukum harus dilaksanakan.

Syarat ini menjadi mutlak untuk tegaknya sebagai sebuah negara hukum sesuai perintah perundang-undangan.

"Dalam hal ini semua warga negara harus mendapatkan kesetaraan dan/atay perlakuan yang sama di hadapan hukum, termasuk hak dalam mengajukan gugatan ke pengadilan," jelasnya.

Pengajuan gugatan pada PTUN Jakarta terhadap Keputusan MK RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Pengangkatan Ketua MK Masa Jabatan 2023–2028 menurutnya sudah tepat dan sah secara hukum.

MK juga dalam gugatan ke PTUN tersebut secara tidak langsung mengakui gugatan tersebut, sebab MK menyerahkan duplik ke PTUN atas gugatan hakim konstitusi Anwar Usman terhadap Ketua MK Suhartoyo. Duplik ini sebagai respon dari MK untuk membantah keterangan dari penggugat.

Sehingga menurut Rifyan, pertimbangan majelis kehormatan terkait upaya gugatan ke PTUN dalam memutuskan seseorang sebagai pelanggar etik merupakan bentuk kekeliruan.

"Bagi saya Anwar Usman ini adalah korban, pertama adalah korban dari populisme oknum MKMK, kedua adalah kesalahan penafsiran MKMK, ketiga adalah kepentingan politik golongan tertentu dan kepentingan tertentu didalam tubuh MK. Sebab jika kita cek lagi riwayat dan background anggota MKMK dan Hakim MK yang aktif sat ini, kita akan menemukan jawabannya", jelas Rifyan.

Rifyan berharap agar keputusan yang mengorbankan Anwar Usman ini ditinjau kembali, pemberhentian Anwar Usman ini penuh kontroversi.

Selain itu bagaimana Arif Hidayat sudah 4x melanggar etik dengan banyaknya konflik of intres yang dilakukannya dan diduga kuat berafiliasi dengan partai politik tertentu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat