androidvodic.com

Resolusi Soal Palestina Kerap Gagal, Indonesia Konsisten Perjuangkan Reformasi DK PBB - News

Laporan Wartawan News, Danang Triatmojo

News, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI) menyatakan Indonesia sampai hari ini masih dengan komitmen yang sama untuk mendorong reformasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) sebagaimana sejak awal disuarakan pada tahun 1960 silam.

“Usulan dan upaya ke arah reformasi dewan keamanan PBB tersebut terus kita lakukan sejak pertama kali kita mengusulkan itu,” kata Juru Bicara Kemenlu RI Lalu Muhammad Iqbal dalam konferensi pers di Gedung Kemenlu RI, Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Namun Indonesia menyadari sampai sekarang negara-negara anggota juga belum menemukan formulasi yang tepat untuk merumuskan bagaimana mekanisme keanggotaan di tubuh PBB.

Sejauh ini ada sejumlah usulah soal vote atau pemungutan suara tersebut, mulai dari hak veto, adanya negara tetap, hingga negara semi permanen.

Namun hal itu masih sebatas usulan dan belum ada negara anggota yang sepakat atas formula bagi reformasi DK PBB.

“Sampai sekarang kan negara-negara anggota belum menemukan formulasi yang tepat reformasi tersebut yang bisa diterima oleh semua negara-negara. Jadi ada yang mengusulkan yang hak veto, ada yang mengusulkan ada negara tetap, ada negara semi-permanen, dan sebagainya. Jadi sampai saat ini negara-negara anggota belum menyepakati formula dari reformasi Dewan Keamanan PBB tersebut,” ungkapnya.

Indonesia sendiri sejak tahun 1990 sudah melakukan studi soal reformasi Dewan Keamanan PBB.

Pasalnya struktur hak veto yang saat ini dimiliki lima negara tetap anggota DK PBB, dianggap sudah tidak demokratis karena negara-negara kian berkembang dan maju.

Lima negara yang memegang hak veto istimewa di DK PBB adalah Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia dan China.

Dalam Piagam PBB, jika salah satu anggota tetap DK PBB menggunakan hak vetonya dalam memutuskan sesuatu, maka resolusi yang sedang dibahas tidak akan disetujui atau dilanjutkan lagi.

Persetujuan DK PBB ini yang menjadi kendala bagi Palestina untuk diakui sebagai anggota penuh PBB

Padahal dalam Sidang Majelis Umum (SMU), perihal resolusi Palestina untuk menjadi keanggotaan penuh PBB, mayoritas negara setuju.

Dalam voting SMU pada 10 Mei lalu, dari total 193 negara anggota, ada 146 negara mendukung Palestina menjadi anggota penuh PBB, 25 negara abstain dan 9 negara menolak.

Namun untuk resolusi tersebut bisa ditetapkan, dibutuhkan persetujuan dari DK PBB yang terdiri dari lima negara anggota tetap PBB.

AS yang jadi anggota tetap PBB memvote membatalkan resolusi Palestina menjadi anggota PBB.

“Artinya mayoritas mendukung Palestina di SMU, namun untuk bisa disetujui atau ditetapkan, bisa diterima sebagai anggota penuh PBB, diperlukan persetujuan Dewan Keamanan,” terang Iqbal.

Baca juga: Israel Tutup Perbatasan Rafah, PBB: Bantuan yang Masuk ke Gaza Turun 67 Persen sejak 7 Mei 2024

Sehingga kata Iqbal, hambatan soal keanggotaan Palestina di PBB terletak pada persetujuan negara-negara DK PBB.

“Kalau ditanya hambatannya di mana, hambatannya di DK PBB,” jelas dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat