androidvodic.com

6 Fakta Pabrik Obat Keras Ilegal di Yogyakarta, Bisa Memproduksi 420 Juta Obat per Bulan - News

Laporan Wartawan Tribun Jogja Santo Ari

News, BANTUL  - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Direktorat Tindak Pidana Narkoba menggerebek pembuatan obat keras ilegal di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Kasihan Bantul dan di Gamping, Sleman. 

Dari pengungkapan kasus ini, petugas menangkap tiga tersangka yakni LSK (49) warga kasihan Bantul, WZ (53) warga Karanganyar, Jawa Tengah, dan JSR alias Joko (56) warga Kasihan, Bantul yang merupakan pemilik pabrik tersebut.

Sedangkan barang bukti yang diamankan yakni lebih dari 30 juta butir obat keras siap edar dengan jenis Hexymer, Trihex, DMP, double L, Irgaphan.

Dari dua pabrik itu, petugas juga menemukan tujuh mesin cetak pil serta mesin-mesin lain seperti mesin oven, mixer, coating serta ratusan kilogram bahan baku pembuatan pil.

Berikut deretan faktanya :

1. Pabrik Ilegal berskala besar

Dalam pengungkapan kasus obat terlarang dan psikotropika selama ini, Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Krisno H Siregar menyatakan bahwa penemuan dua pabrik ilegal di Jogja ini adalah yang terbesar atau berskala mega.

Baca juga: Ibu dan Anak Tewas di Depok, Saksi Sebut Korban Diduga Minum Obat Nyamuk Cair 

"Penyebutan mega ini adalah berdasarkan pengalaman kami, kami dapat menyimpulkan bahwa ini yang terbesar. Baik dari mesinnya, maupun luas tempat dan kelengkapannya," ujarnya.

2.  Diperkirakan memproduksi obat 420 juta butir per bulan 

Pabrik ini sudah beroperasi sejak 2018 silam.

Jika diasumsikan, 1 mesin bekerja selama 24 jam maka bisa menghasilkan 2 juta butir per hari, maka jika 7 mesin bekerja bisa mencapai 14 juta butir per hari atau 420 juta butir selama satu bulan.

"Dan berdasarkan keterangan dan bukti yang kami dapat, bahwa barang-barang ini ada yang sudah dikirim berdasarkan perintah EY yang masih buron, untuk ke kota-kota di Indonesia seperti Jakarta Timur, Bekasi, Cirebon beberapa kota di Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur," imbuhnya.

3. Biaya produksi Rp 2-3 miliar 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat