androidvodic.com

Soroti Proyek Mandalika, KPPII Sebut ITDC Gagal Lakukan Konsultasi Bermakna ke Masyarakat Setempat - News

Laporan Reporter News, Naufal Lanten

News, JAKARTA - Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia (KPPII) menyebut bahwa pembangunan infrastruktur urban dan pariwisata Mandalika merupakan proyek dengan risiko tinggi.

Hal itu berdasarkan perlindungan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), yang mana tingginya risiko itu jika dilihat terhadap dampak lingkungan dan sosial yang tidak dapat dipulihkan, kumulatif, beragam, atau belum pernah terjadi sebelumnya.

Sayangnya, proyek tersebut tetap berjalan dan dinilai tidak mempertimbangkan penilaian sosial dan lingkungan yang komprehensif.

Padahal, AIIB mengidentifikasikan Mandalika sebagai proyek yang memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial.

Peniliti KPPII Sayyidatihayaa Afra menyebutkan bahwa Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) sebagai pengelola proyek pembangunan Mandalika seharusnya memenuhi standar lingkungan dan sosial AIIB.

Baca juga: Komnas HAM Duga Ada Pelanggaran HAM di Kasus Mandalika

ITDC sebenarnya diharuskan melakukan tiga hal terkait konsultasi bermakna.

Pertama ialah menilai risiko dan dampak lingkungan. Kedua, terlibat dalam konsultasi yang substantif, dan yang ketiga harus mendapatkan persetujuan FPIC atau Free, Prior, and Informed Consent dari masyarakat yang terdampak

“Namun, berdasarkan yang terjadi di sana, ITDC gagal melakukan ketiganya,” kata Haya dalam media briefing dan peluncuran riset di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/4/2023).

Haya bilang ITDC seharusnya mengadakan konsultasi bermakna dan inklusif dengan pemilik dan pengguna lahan yang terdampak pembangunan Mandalika

Salah satu perushaaan BUMN itu sebelumnya memang telah melakukan konsultasi dengan masyarakat setempat. 

Namun, ITDC justru lebih sering menyasar kepala desa atau pejabat pemerintah setempat alih-alih melibatkan anggota masyarakat yang paling terdampak proyek Mandalika.

Yang lebih para lagi, lanjut dia, konsultasi tersebut dilakukan dengan menggunakan Bahasa Indonesia, bukan Bahasa Sasak.

Padahal data menunjukkan bahwa 9 dari 10 orang yang terdampak pembangunan Mandalikan tidak mengusai Bahasa Indonesia. 

Dengan begitu, masyarakat setempat kesulitan memahami informasi penting tentang dampak proyek, menyampaikan perspektif, dan keluhan mereka.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat