androidvodic.com

Kunjungi Gunungkidul, Cucu Sri Sultan HB X Cek Langsung Pohon Tanaman Pakan  - News

News, WONOSARI  - Kepala Bebadan Pangreksa Loka, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, RM Gusthilantika Marrel Suryokusumo, yang juga Cucu Sri Sultan HB X mengunjungi  Kalurahan Gombang dan Karangasem di Kapanewon Ponjong, Gunungkidul, Jumat (19/5).

Kunjungan tersebut untuk mengecek tanaman pakan yang ditanam warga di dua kelurahan tersebut.

Pangreksa Loka merupakan badan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di bawah Kawedanan Hageng Punokawan Datu Dana Suyasa, dengan Penghageng Anggeng GKR Mangkubumi yang fokus menangani lingkungan.

Pada akhir Februari lalu, warga Gombang dan Karangasem menanam 50 ribu bibit tanaman pakan yakni indigofera, gamal, kaliandra, dan gmelina atau jati putih.

Penanaman tersebut merupakan hasil kerjasama antara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Pemprov DIY, Pemkab Gunungkidul, PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), dan PT PLN Energy Management Indonesia (EMI).

Sri Sultan Hamengkubuwono X bersama Direktur PLN (Kacamata) menyapa masyarakat Gunung Kidul, Yogyakarta.
Sri Sultan Hamengkubuwono X bersama Direktur PLN (Kacamata) menyapa masyarakat Gunung Kidul, Yogyakarta. (ist)

Pada kunjungan tersebut, Marrel, sapaan akrabnya mengaku takjub dengan pertumbuhan bibit. Kurang dari tiga bulan, saat ini tinggi tanaman sudah mencapai antara 1,5 meter hingga 2,5 meter.

Menurutnya, hal itu sangat menggembirakan.

Marrel menerangkan, tanaman pakan tersebut merupakan tanaman multifungsi, tidak semata-mata sebagai pakan ternak. Tanaman tersebut nantinya juga bisa jadi sumber energi biomassa.

“Daunnya untuk pakan ternak sebagai solusi persoalan pakan di dua kalurahan. Ranting, daun, dan batangnya punya nilai ekonomi saat dimanfaatkan sebagai sumber energi biomassa yang sepenuhnya untuk masyarakat. Sedangkan gmelina atau jati putih selain jadi sumber pakan dan energi, kayunya bisa dimanfaatkan sebagai bahan bangunan,” jelas Marrel.

Marrel melanjutkan, lokasi penanaman di Gunungkidul juga tidak diputuskan secara tiba-tiba. Semua pihak bersepakat menanam bibit tanaman pakan itu di lokasi lahan kritis, lahan tidur, dan area yang belum dimanfaatkan masyarakat.

Tanaman pakan itu ditanam di Sultan Ground, tanah kas desa, dan di lahan warga. Khusus di lahan warga, tanaman pakan sekaligus juga difungsikan sebagai pembatas antarpekarangan.

Baca juga: Keraton Yogyakarta Bangga Program Pengembangan Ekosistem Green Economy Digelar di Gunungkidul 

Dijelaskan Marrel, dengan adanya penamanan tanaman pakan multifungsi, maka lahan yang semula belum bermanfaat bagi masyarakat, saat ini, warga punya harapan lahan tersebut akan berkontribusi bagi mereka di kemudian hari.

“Lahan yang semula kosong, kering, ataupun tandus, kini sudah tampak hijau. Jadi manfaatnya tidak hanya untuk warga saja, namun juga bagi kondisi alam di Gunungkidul. Warga mendapat manfaat alamnya terjaga bahkan bisa dikatakan jadi lebih baik,” imbuh Marrel.

Marrel juga menerangkan jika pemanfaatan lahan kritis maupun lahan tidur tidak berhenti sampai di situ. Rencananya, penanaman akan dilakukan hingga mencapai luasan 300 hektare.

Saat ini, luasan yang ditanami baru sebatas 30 hektare. Menurut Marrel, hal itu juga jadi harapan warga di dua kalurahan tersebut.

Berdasarkan perbincangannya dengan Lurah Gombang dan Karangasem, keduanya berharap agar seluruh lahan kritis dan tidur di dua kalurahan itu bisa ditanami tanaman pakan multifungsi.

GKR Condrokirono (rompi biru) dan GKR Mangkubumi (Topi putih) berfoto Bersama dengan masyarakat Gunung Kidul, Yogyakarta
GKR Condrokirono (rompi biru) dan GKR Mangkubumi (Topi putih) berfoto Bersama dengan masyarakat Gunung Kidul, Yogyakarta (ist)

Pada kesempatan tersebut, Marrel juga sempat menyinggung terkait green energy. Menurutnya, bicara green energy khususnya biomassa pada dasarnya bicara soal banyak hal secara holistik. Mulai dari energi itu sendiri, ketahanan pangan, menjaga alam hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu, ia meminta, jika tanaman pakan itu sudah bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi, sebelumnya sudah ada penanaman kembali alias replanting.

“Jadi siklusnya tercipta. Penanaman, perawatan, penamanan kembali, lalu baru dilakukan pemanenan. Dengan demikian, tidak ada lagi lahan kritis ataupun kosong. Sebelum batang dipanen, dilakukan penanaman bibit lagi,” tegas dia. (*)

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat