androidvodic.com

Untuk Kasus Setya Novanto, IKA Unhas Jabodetabek Nilai Hukum Terkesan Dipermainkan - News

News, JAKARTA - Sikap negarawan harusnya diperlihatkan oleh Ketua DPR Setya Novanto kepada rakyat Indonesia dan bisa memberi contoh bahwa hukum harus dihormati.

Apalagi sosok Setnov adalah pimpinan wakil rakyat yang tidak sepatutnya berusaha menghindari dengan berbagai cara saat tersandung masalah.

"Kesannya hukum bisa dijadikan permainan dan hukum bisa diakali dengan banyak cara. Sangat tidak baik untuk pembelajaran hukum bagi masyarakat. Tidak layak dipertontonkan rakyat Indonesia," ujar Ketua Ketua Ikatan Alumni (IKA) Universitas Hasanuddin (Unhas) Jabodetabek, Andi Razak Wawo dalam keterangannya ke News, Selasa (14/11/2017).

Hal itu dikemukakan terkait kasus dugaan korupsi E-KTP dengan tersangka Ketua DPR, Setya Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pasalnya, Setnov yang pernah jadi tersangka sempat lolos setelah dimenangkan pada Praperadilan dan berkesan menghindari panggilan KPK dengan dalih sakit.

Baca: JK: Kenapa Novanto Uji Materi UU KPK Setelah Penetapan Tersangka

Kemudian dijadikan tersangka kembali dan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lain, Setnov malah melakukan kunjungan ke konstituen dengan dalih tugas kenegaraan.

"Lucunya, untuk memeriksanya harus mendapat surat izin dari Presiden," ujar Andi Razak.

Andi Razak mengatakan, mangkirnya Setnov yang kali ketiga dari pemeriksaan KPK, Senin (13/11/2017) dengan dalih tugas kenegaraan lebih mengesankan akrobat politik.

Ternyata, katanya, Setnov sedang menemui konstituennya di masa reses yakni ke Kupang, Nusa Tenggara Timur.

"Itu bukan tugas kenegaraan, itu kunjungan pribadi ke daerah pemilihannya," ujarnya.

"Kalau tugas kenegaraan, misalnya sedang menemani Presiden, ada kunjungan tamu luar negeri yang sangat berkepentingan pada negara. Lah, ini tidak ada hubungannya dengan tugas negara. Dalih itu malah bikin diketawai rakyat," ujar Andi Razak.

Andi Razak menyarankan, semestinya Wakil DPR dan anggota DPR lainnya, atau juga rekannya di Partai Golkar memberikan masukan kepada Setnov agar bisa berpikir positif menghadapi kasus yang menjeratnya.

"Jangan didiamkan. Malah nanti membuat citra negatif Wakil Rakyat kian terpuruk. Lebih parahnya lagi bisa menjatuhkan kredibilitas hukum Indonesia," ujarnya.

Yang lebih lucu lagi, Andi Razak mengatakan, untuk memeriksa Setnov harus mendapatkan izin dari Presiden.

Dan permintaan itu digembar gemborkan oleh kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi yang bersembunyi di balik Undang Undang MD3 pasal 245 ayat 1 yang harus mendapat izin Presiden.

Dalih ini mengesankan, pihak Setnov tidak paham Undang Undang.

"Harusnya dibaca juga Undang Undang MD3 Pasal 245 ayat (3) yang menegaskan bahwa izin Presiden tidak diperlukan jika pemeriksaan terkait tindak pidana khusus seperti korupsi. Apa masih kurang paham," tegas Andi Razak Wawo.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat