androidvodic.com

Saat Indosat Ooredoo Hutchison Kejar Telkomsel - News

Oleh Moch S Hendrowijono *)

SEJARAH di industri telekomunikasi kembali terukir, dengan mulusnya – ada ganjalan sedikit-sedikit – proses penggabungan (merger) Indosat Ooredoo dan Hutchison Tri Indonesia (3) yang efektif mulai 4 Januari 2022.

Aksi korporasi terbesar di Asia bernilai Rp 85 triliun yang melibatkan dua raksasa telekomunikasi Asia itu, Kelompok Ooredoo dari Qatar dan CK Hutchison Asia, Hongkong, melahirkan nama Indosat Ooredoo Hutchison (IOH).

Merger memadukan kedua entitas dengan harapan usaha mereka akan lebih berkembang, juga merangsang dua operator lain yang masih “bekerja sendiri”, PT XL Axiata dan PT Smartfren Telecom. Kabar angin, keduanya sudah pula melakukan pembicaraan, walau belum pernah secara resmi disampaikan, namun semua mengakui efisiensi industri merupakan hal terbaik.

Satu hal menarik dari merger ini, “otak” konsolidasi industri, mantan Menkominfo Rudiantara, akan duduk sebagai komisaris independen. Selama 5 tahun menjadi Menkominfo Rudiantara getol mendorong konsolidasi, setidaknya kerja sama dalam pemanfaatan infrastruktur yang merupakan investasi termahal operator.

Baca juga: Perkuat Bisnis Game, Telkomsel Bentuk Perusahaan Baru

Kedua presiden direktur lama tidak lagi duduk di kursinya, Direktur Utama PT Indosat Ooredoo Hutchison adalah Vikram Sinha, sebelumnya Direktur PT Indosat Ooredoo. Mantan Dirut 3, Cliff Woo Chiu Man menjadi komisaris, sementara mantan Wapresdir 3, Moh Dany Bulandansyah menjadi direktur, bersama rekannya di 3, Lee Chi Hung.

Mantan Dirut Indosat Ooredoo, Ahmad Abdulaziz AA Al Neama menjadi komisaris IOH, sementara komisaris utama dijabat Hakim Alamsyah, Staf Ahli Menteri Keuangan. Jajaran komisaris lain adalah Cliff Woo Chiu Man (mantan Dirut Hutchison Tri), Rene Heinz Werner, Nigel Thomas Byrne, Frank John Sixt, Patrick Waluyo, Meirijal Nur, Elisa Lumbantoruan, Wijayanto Samirin, Syed Maqbul Quader, dan Hernando.

Dengan merger, pemilikan saham Indosat Ooredoo Hutchison menjadi 32,82% milik Ooredoo Asia, sejumlah sama milik CK Hutchison, PT Tiga Telekomunikasi Indonesia sebanyak 10,77%. Pemerintah Indonesia 9,63% dan publik 13,96% dengan jumlah aset perusahaan Rp 102 triliun dan 104 juta pelanggan.

Baca juga: Kesiapan XL Layani Pelanggan Jelang Libur Natal dan Tahun Baru

Pelanggan anak muda

Meski frekuensinya selebar 2X5 MHz di spektrum 2,1 GHz diambil pemerintah, IOH berpeluang besar memperluas jaringan dan menambah jumlah pelanggannya serta menaikkan ARPU (average revenue per user – rata-rata pendapatan dari tiap pelanggan).

Tarif anak muda dan mahasiswa sangat menarik calon pelanggan yang selama ini tidak terakomodasi karena kedua operator belum melayani daerah mereka, misalnya di Kalimantan, Papua dan Papua Barat serta sebagian NTT yang juga banyak universitas.

Saat terakhir sebelum merger, ARPU Indosat Ooredoo Rp 33.900, ARPU 3 Rp 21.400 dan dalam dua tahun ke depan, diperkirakan pendapatan perusahaan baru itu menjadi 4,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 60,5 triliun.

Tawaran layanan premium dan segmentasi pelanggan dari IOH diperkirakan akan ditanggapi positif calon pelanggan baru mereka mulai dua tahun ke depan dan IOH diharapkan tetap mempertahankan tarif layanannya, tidak memahalkannya ketika memasuki kawasan timur. Bukan tidak mungkin, akan banyak pelanggan menjadikan IOH sebagai kartu kedua pelanggan Telkomsel, hanya untuk mencari tarif data yang lebih murah.

Baca juga: Gandeng Investor Abu Dhabi, Smartfren Kembangkan Data Center 1000 Megawatt di Indonesia

Merger mengefisienkan i berbagai sektor di industri padat modal tadi, dengan pengurangan duplikasi kegiatan dan investasi. SDM yang sama untuk suatu pekerjaan dijamin tidak akan ada yang dilepaskan, kecuali mereka mengundurkan diri dengan pesangon.

Saat ini, dari 272 juta penduduk Indonesia dengan warga potensial menggunakan ponsel sejumlah 200 juta, ada sekitar 354 juta nomor ponsel aktif dari lima operator, Telkomsel, Indosat Ooredoo, XL Axiata, 3 dan Smartfren. ARPU tertinggi dikuasai Telkomsel dengan Rp 45.000 (Rp 540.000 setahun) dengan 169 juta pelanggan, dan ARPU XL Axiata Rp 36.000 (Rp 43.200 setahun) dengan pelanggan 59 juta.

Ekonomi digital

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat