androidvodic.com

Demokrat Nilai Tudingan Ismed Aneh dan Tak Mendasar - News

News, JAKARTA - Partai Demokrat bereaksi keras mengenai pernyataan Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Ismed Hasan Putro.

Hal itu terkait pernyataan Ismed yang menyebut kebijakan penetapan kuota impor gula di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merugikan negara.

"Ini sangat aneh dan tidak berdasar. Kebutuhan gula nasional baik untuk konsumsi maupun industri setiap tahunya naik terus dan produksi dalam negeri pun juga naik," kata Ketua DPP Demokrat Herman Khaeron melalui pesan singkat, Minggu (24/5/2015).

Namun, kata Herman, karena kebutuhan industri meningkat pesat, maka terjadi peningkatan kebutuhannya. Sehingga kemampuan dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi permintaan, dan impor adalah jalan terakhir yang dilakukan.

"Itupun hanya diperuntukan untuk kebutuhan industri, dengan memperhatikan industri gula dan petani tebu dalam negeri. Ada maksud apa dengan pernyataan itu, karena seingat saya kala Ismed menjabat dirut RNI justru selalu minta kuota impor gula untuk RNI dan menyatakan bahwa sampai kiamat pun swasembada gula tidak akan tercapai," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR itu.

Herman mengingatkan di era pemerintahan SBY terdapat lima komoditas pangan pokok yang secara khusus diupayakan menuju swasembada, yaitu beras, gula, daging sapi, jagung, dan kedelai. Ia mengungkapkan evaluasi setiap tahunnya selalu ada kemajuan, bahkan untuk beras dan jagung sejak tahun 2008 ditetapkan sebagai swasembada berkelanjutan, karena produksinya sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Perlu dicatat pula bahwa sejak tahun 2004 Pak SBY sudah mencanangkan revitalisasi sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan sebagai upaya menuju kemandirian pangan di Purwakarta, Dokumennya lengkap, serta arah, tujuan dan pencapaiannya jelas dan terukur," tuturnya.

Seperti diberitakan, Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia Ismed Hasan Putro menyebut Kementerian Perdagangan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan kuota impor gula rafinasi hingga 6 juta ton. Dia menilai, penetapan itu diduga masuk kategori tindak pidana.

"Akibat impor dalam jumlah itu industri gula di dalam negeri tak bisa merevitalisasi hingga enam tahun mendatang," ujar Ismed dalam acara diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/8/2015).

Mantan Dirut RNI ini mengatakan, potensi kerugian negara akibat kebijakan tersebut mencapai Rp 3 triliun.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat