androidvodic.com

Pelaku Usaha Nilai Revisi UU Pelayaran Belum Mendesak - News

Laporan Wartawan News, Ria Anatasia

News, JAKARTA - Wacana merevisi Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran mulai menuai respon dari publik, khususnya dari kalangan para pelaku usaha pelayaran nasional. 

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto menilai belum ada poin yang mendesak untuk merevisi peraturan perundangan tersebut. 

Menurutnya, sampai saat ini belum seluruh amanat dalam Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dijalankan, misalnya amanat untuk membentuk sea and coast guard sebagai badan tunggal penjaga laut dan pantai. 

Dengan belum seluruh amanat UU tersebut dijalankan, katanya, tentunya dampak positif atau negatif dari aturan itu belum benar-benar terasa bagi seluruh pihak terkait sektor pelayaran. 

"“Karena amanat dari UU belum berjalan seluruhnya, jadi kita belum dapat merasakan dengan total, apakah UU yang ada ini masih cocok atau sudah tidak cocok dengan keadaan di lapangan saat ini," kata Carmelita dalam keterangannya, Selasa (13/8/2019).

Baca: Peringatan Dini BMKG: Sejumlah Wilayah Hujan Lebat Disertai Angin Kencang & Petir, Selasa 13 Agustus

Baca: Dewi Perssik Bagikan Gambar Desain Musholla Adil yang akan Dibangun untuk Mendiang Sang Ayah

Baca: Jelang Persib Vs Borneo FC, Liga 1 2019 Pekan 14, Pesut Etam

Baca: Menelusuri Tumbuhnya Akar Bajakah, Obat Tradisional Dayak Penyembuh Kanker yang Mendadak Populer

Wanita yang juga menjabat Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA) itu melanjutkan, pengusaha pelayaran nasional sampai saat ini menilai UU Pelayaran yang ada masih relevan diberlakukan. 

Adapun bila ada kekurangan, imbuhnya, dapat dilakukan perubahan dengan mengubah peraturan turunannnya, seperti peraturan menteri, tanpa harus merevisi UU Pelayaran.  

“Yang dibutuhkan para pengusaha pelayaran nasional kan kepastian usaha, dengan kepastian hukum dan kebijakan di sektor pelayaran. Agar pelaku usaha dapat berusaha lebih tenang," tutur dia.

Lebih lanjut dia mengatakan, dengan adanya wacana merivisi UU Pelayaran juga dikhawatirkan disusupi oleh kepentingan negara lain di sektor pelayaran nasional. Kepentingan negara lain itu misalnya dengan membuka aturan yang terkait asas cabotage. 

Asas cabotage menegaskan angkutan laut dalam negeri menggunakan kapal berbendera merah putih, dan diawaki oleh awak berkebangsaan Indonesia. Hal ini seperti tertera dalam Pasal 8 ayat 1 dalam UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. 

Menurutnya, asas cabotage telah sukses berdampak positif bagi ekonomi nasional, khususnya di sektor pelayaran dan sektor terkait lainnya. Hal ini terbukti dengan bertambahnya jumlah armada pelayaran nasional, dan kini pelayaran nasional juga telah mampu melayani distribusi seluruh angkutan kargo  domestik dari Sabang hingga Merauke.

“Sangat sulit dibayangkan kalau kita sebagai negara maritim, justru kapal-kapal yang ada di Indonesia adalah kapal berbendera negara lain.

Lalu jika terjadi keadaan force majuere, seperti tsunami, apakah kapal berbendera negara lain itu akan membantu evakuasi korban? Justru kapal-kapal itu yang pertama pulang ke negara mereka kalau itu terjadi," ujarnya.

Carmelita menga ggap, dengan membuka asas cabotage, justru Indonesia mengalami kemunduruan. "Asas cabotage tidak boleh diganggu gugat, dan wajib dipertahankan," pungkasnya.

-- 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat