Konsumen Rokok di RI Naik, YLKI: Pemerintah Tumbalkan Kesehatan Masyarakat dengan Dalih Investasi - News
Laporan Wartawan News, Ismoyo
News, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan World Health Organization (WHO) Indonesia meluncurkan hasil riset yang bertajuk Global Adult Tobacco Survey (GATS).
Survei ini dilakukan untuk memotret perilaku dan dinamika konsumsi rokok di seluruh dunia.
Hasil GATS 2021 sangatlah mengkhawatirkan, sebab laporan GATS membuktikan bahwa konsumsi rokok di Indonesia dalam kondisi yang darurat.
Terdapat sejumlah intisari laporan GATS dan data dari sumber lain yang membuktikan kedaruratan itu.
Baca juga: Bahaya Rokok Elektrik dan Rokok Tembakau bagi Kesehatan, Ini Perbedaan Kandungan Keduanya
Pertama, jumlah perokok selama 10 tahun terakhir 2011-2021, meningkat 8,8 juta perokok dewasa.
Sehingga, saat ini terdapat 69,1 juta dari semula 60,3 juta perokok. Artinya 25 persen masyarakat Indonesia adalah perokok.
Kedua, data BPS 2021 juga membuktikan bahwa masyarakat Indonesia lebih banyak membelanjakan uangnya untuk membeli rokok.
Jauh di atas produk padi padian, sayur sayuran, ikan atau udang, telur, susu, daging, dan lain-lain.
Ketiga, menurut hasil GATS juga membuktikan terjadi lompatan iklan dan promosi rokok di media internet. Jika pada 2011 iklan rokok di internet hanya 1,9 persen saja, maka pada 2021 iklan rokok di internet menjadi 21,4 persen.
Baca juga: Rokok Elektrik Sama Bahayanya dengan Rokok Konvensional, Ini Kata Wamenkes
Keempat, fenomena tingginya jumlah perokok, sudah pasti diikuti oleh melambungnya fenomena penyakit tidak menular. Seperti prevalensi kanker, stroke, ginjal kronis dan penyakit lainnya.
Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular dipicu oleh pola konsumsi dan gaya hidup yang tidak sehat, dan konsumsi rokok menjadi pemicu utamanya.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyimpulkan, tingginya jumlah perokok dan diikuti dengan prevalensi penyakit tidak menular, serta adanya pola konsumsi rumah tangga yang dominan untuk membeli rokok adalah legacy yang sangat buruk dari Pemerintahan.
“Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah menjadikan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sebagai tumbal dengan dalih investasi,” ucap Tulus dalam keterangannya, Jumat (3/6/2022).
“Beberapa tahun ini pemerintah telah meresmikan beberapa industri rokok baru, termasuk rokok elektronik. Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat telah ditukargulingkan dengan kepentingan investasi industri rokok,” sambungnya.
Tulus juga mengungkapkan, dengan fenomena yang demikian, maka target pencapaian SDG's pada 2030, dengan target 40 persen turunnya prevalensi merokok tidak akan tercapai, alias gagal total.
Ditambah lagi, bonus demografi yang digadang gadang bakal antiklimaks, sebab yang akan muncul adalah generasi yang sakit-sakitan, dan tidak produktif.
“Masih ada waktu tersisa bagi Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan transformasi kebijakan, demi melindungi masyarakat Indonesia dadi pandemi konsumsi rokok, yaitu segera amandemen PP 109/2012, larang penjualan rokok secara ketengan/batangan, dan larang iklan rokok di media digital, internet,” jelas Tulus.
“Meningkatnya jumlah perokok dan naiknya belanja rokok menuntut pemerintah lebih agresif dalam menaikkan harga rokok, yaitu melalui mekanisme cukai, yang diperkuat dengan kebijakan penyederhanaan golongan tarif cukai setipis mungkin,” pungkasnya.
Terkini Lainnya
laporan GATS membuktikan bahwa konsumsi rokok di Indonesia dalam kondisi yang darurat.
DAMRI Minta PMN Berbentuk 580 Unit Bus Senilai Rp 460 M, Mayoritas Berusia Hampir 10 Tahun
BERITA REKOMENDASI
BERITA TERKINI
berita POPULER
Bio Farma Minta PMN Non Tunai Senilai Rp 68 M Berupa Fasilitas Produksi Vaksin
Frisian Flag Bentuk Kemitraan dengan 30.000 Peternak Lokal, Kemenperin: Bisa Turunkan Impor Susu
Hadirkan Program Si Gemas, Pegadaian Ajak Gen-Z untuk Cerdas Mengatur Finansial
Telkom Fasilitasi SMAN 40 Jakarta Wujudkan Kegiatan Belajar Mengajar Lebih Efisien dan Transparan
Taksi Terbang Belum Siap Diujicoba di IKN, Kemenhub: Perlu Kajian