androidvodic.com

Anggota Dewan Komisioner OJK yang Baru Diharapkan Segera Benahi Sistem Pengawasan Keuangan - News

Laporan wartawan News, Danang Triatmojo

News, JAKARTA - Indonesia Financial Watch (IFW) meminta Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru saja disahkan oleh DPR untuk membenahi sistem pengawasan lembaga keuangan.

Koordinator Indonesia Financial Watch (IFW) Abraham Runga Mali menyampaikan bahwa pekerjaan rumah OJK masih menumpuk. Sejak dipisah dari Bank Indonesia (BI), masih banyak permasalahan yang belum juga tuntas di tubuh OJK.

"Terkesan menumpuk karena tidak pernah terselesaikan," kata Abraham dalam keterangannya, Jumat (14/7/2023).

Baca juga: Paripurna DPR Sahkan Agusman dan Hasan Fawzi Jadi Anggota Dewan Komisioner OJK

Menurutnya banyak lembaga keuangan di tanah air sedang mengalami masalah dalam operasional kinerjanya yang bisa berdampak pada pencabutan izin, kepailitan atau bahkan kebangkrutan.

Selain itu Abraham mengatakan bank-bank di Indonesia juga masih banyak yang mencatatkan laba fantastis namun dengan kinerja melempem, banyak pula yang mencatatkan transaksi keuangan yang tidak pada tempatnya, serta bunga pinjaman yang kompetitif.

Bahkan, menurut Abraham, ada juga fraud dengan jumlah transaksi miliaran dan triliunan. Praktik tersebut kata dia, terjadi setiap tahun baik pada bank skala nasional, internasional maupun daerah.

"Ini membuktikan bahwa OJK belum secara inklusif menjalankan pengawasan," terangnya.

Abraham mencontohkan persoalan yang terjadi pada sejumlah bank BUMN, BUMD, dan swasta di Indonesia, seperti PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), hingga PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR).

Terlebih ada permasalahan pada sistem IT lembaga keuangan yang sempat terjadi di PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) dengan mendapat serangan malware Lockbit.

"Soal pencopotan direksi, sepertinya sudah menjadi hal yang wajar ketika ada kesalahan di bidangnya. Namun masalah utamanya, data nasabah yang seharusnya menjadi rahasia perbankan sudah tersebar pun tidak tertangani," jelas Abraham.

Belum lagi lanjutnya, ada masalah pinjaman online (pinjol). Saat ini jumlah penyedia layanan pinjol mencapai 429 yang tidak terdaftar. Jumlah tersebut terus bertambah, sehingga OJK dirasa perlu untuk mengambil langkah refocusing standard.

"Angka tersebut terus ada dan makin bertambah. Dengan demikian, perlu adanya refocusing standard OJK," tuturnya.

Abraham menyampaikan OJK tak cukup hanya melakukan imbauan untuk mengatasi masalah-masalah yang melibatkan publik sebagai pengguna jasa keuangan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat